Timbul Rumor Pembelian Jet Tempur J- 10 China – Kepala Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono
Sehabis diucap menggugurkan pesawat tempur kediaman atas, semacam Dassault Rafale, Sukhoi- 30MKI, impian789 dan Mig- 29, mata negara- negara membidik ke pesawat tempur J- 10C ciptaan Cina. Indonesia juga dikabarkan terpikat buat mengakuisisi J- 10 sisa dari negeri itu.
Mengambil postingan yang diunggah di halaman pemberitaan alert5 pada 27 Mei 2025, dituturkan kalau Penguasa Indonesia berkeinginan buat membeli 42 pesawat tempur J- 10 sisa dari Cina, tercantum mungkin buat meneruskan program logistik pesawat tempur Su- 35 dari Rusia. Dapat jadi, hasrat itu hendak diumumkan pada pertandingan Blaster Defence 2025 pada 11- 14 Juni 2025 kelak.
Postingan itu mengatakan, kemampuan logistik itu hendak mengganti strategi pembaharuan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan Hawa dengan cara ekstrem serta posisi Indonesia di tengah kompetisi geopolitik yang kencang antara Amerika Sindikat serta Cina. Perihal itu sekalian memantulkan lika- liku yang terjalin dalam usaha pembaharuan pesawat tempur Indonesia sepanjang satu dasawarsa terakhir.
Rumor itu terus menjadi memastikan sehabis Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin lewat akun alat sosialnya, pada Jumat( 30 atau 5 atau 2025), berkata kalau dirinya sudah berjumpa dengan Delegasi Besar RI buat Cina, Djauhari Oratmangun yang salah satunya mangulas J- 10. Bagi Sjafrie, mereka mangulas kesiapan pengiriman angkasawan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan Hawa( Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU)) buat penataran pembibitan pesawat tempur J- 10 dan penilaian sarana penciptaan alutsista.
Ditanya Mengenai konsep Indonesia buat membeli pesawat J- 10, Kepala Karyawan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono berkata, daya Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) tergantung pada penguasa serta penentuan alutsista amat terkait dari kemajuan area regional. Oleh sebab itu, dalam perihal pembelian alutsista, tercantum jet J- 10, Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) dalam posisi menunggu kebijaksanaan Departemen Pertahanan.
” Jadi tipe apa saja, tercantum pesawat dari mana, rupanya apa, kita menunggu bimbingan dari Departemen Pertahanan. Ingin dari Cina, ingin dari Amerika Sindikat, kita sedia menyambut,” tutur Tonny pada reporter pada Selasa( 27 atau 5 atau 2025) kemudian.
Bagi ia, determinasi pembelian sesuatu alutsista pula dibahas lewat Badan Determinan Alutsista( Wantualut) yang mana perihal itu membutuhkan durasi yang tidak pendek. Tidak hanya itu, dipikirkan pula kalau Indonesia ialah negeri yang tidak membela pada salah satu gulungan( non- Aligned).
Mencari jet tempur
Pantas diakui, reputasi pesawat temput Chengdu J- 10 tengah bercahaya sehabis pertempuran hawa yang terjalin antara India serta Pakistan pada 7 Mei 2025, di selama area pinggiran Kashmir. Klaimnya juga tidak main- main. Dalam pertempuran yang terjalin kala hari sedang hitam, Chengdu J- 10C ciptaan Cina yang digunakan Angkatan udara(AU) Pakistan mengklaim sudah menjatuhkan 3 Rafale, 1 Su- 30, serta 1 MiG- 29 India.
Pertempuran itu membuat jet J- 10 jadi battle proven. Sementara itu, lawannya juga bukan asal- asalan, ialah pesawat angkatan 4, 5 walaupun jet J- 10 yang dioperasikan tentara Pakistan pula ialah jenis paling tinggi, ialah J- 10C. Walaupun sedemikian itu, banyak analis tentara menegaskan, kemenangan itu bukan sekedar sebab kelebihan J- 10C, melainkan pula sebab strategi serta sokongan informasi dari pencari bumi ataupun pesawat peringatan dini serta pengawasan hawa( AWACS) yang berintegrasi.
Dari bagian detail, kedua pesawat bersama dilengkapi dengan pencari mutahir buat pesawat tempur terbaru, ialah tipe pencari active electronically scanned array( AESA). Keduanya pula dilengkapi dengan senjata ahli. Dassault Rafale, antara lain, dilengkapi peluru kendali Meteor berkecepatan Mach 4 serta capaian 200 kilometer, sebaliknya Chengdu J- 10C dipersenjatai peluru kendali PL- 15 yang sanggup menggapai kecekatan hipersonik 5 kali kecekatan suara dengan capaian hingga 300 kilometer.
Walaupun sedemikian itu, harga yang dihargai buat suatu jet Rafael menggapai 115 juta- 135 juta dollar AS, sebaliknya J- 10C tidak lebih dari setengahnya ataupun” cuma” dekat 40 juta dollar AS. Terlebih J- 10 sisa, pasti biayanya hendak lebih ekonomis. Sebab sisa, mungkin jet itu bukan jenis terkini, melainkan jenis pendahulunya, semacam J- 10B ataupun J- 10A.
Jenis J- 10A ialah versi bangku tunggal yang dibesarkan Chengdu Aircraft Industry Corporation semenjak 1988. Jet J- 10 mulai melambung pada 1998 serta sah menguatkan angkatan hawa Angkatan Pembebasan Orang pada 2004. Jet J- 10 saat ini telah dibesarkan jadi sebagian tipe, semacam J- 10S buat versi bangku dobel, J- 10 B selaku versi J- 10 yang ditingkatkan dengan memakai pencari AESA.
Dalam kurun durasi satu dasawarsa, usaha buat penyelidikan serta logistik bermacam jet tempur buat mengubah armada hawa Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) sudah ditempuh, spesialnya buat mengubah F- 5E atau F Tiger II yang telah dipensiunkan pada 2016 sebab habis era pakainya.
Indonesia, misalnya, sudah menjalakan kontrak dengan Rusia buat logistik jet tempur Su- 35. Pembelian itu hendak memenuhi jet besutan Sukhoi yang sudah dioperasikan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) lebih dahulu, ialah Su- 27SK serta Su- 30MK2.
Persoalannya, kontrak itu tidak terealisasi sebab bayangan bahaya ganjaran Countering America’ s Adversaries Through Sanctions Act( CAATSA). Lewat kebijaksanaan itu, AS bisa membagikan ganjaran pada negeri kawan kerja yang membeli alutsista dari negeri” kompetitor” AS, salah satunya dari Rusia.
Saat sebelum kesimpulannya ketetapan membeli Rafale dari Perancis, Indonesia pula sempat menduga pembelian F- 15EX ciptaan Boeing, Amerika Sindikat.
Pada 2023, penguasa lewat Departemen Pertahanan( Kemenhan) yang dikala itu dipandu Prabowo Subianto sudah memaraf catatan kesalingpahaman( MoU) pembelian 24 bagian pesawat tempur F- 15EX dari AS. Penandatanganan itu dicoba di The Boeing Company, St Louis, Missouri, serta pihak Amerika Sindikat pula sudah membagikan isyarat spesial untuk Indonesia buat pemakaian F- 15EX, ialah F- 15IDN.
Dalam perihal pabrik pertahanan, Indonesia pula bertugas serupa dengan Korea Selatan buat ikut dan membuat pesawat tempur angkatan ke- 4, 5 dalam program KFX atau IFX. Kegiatan serupa itu sudah berjalan semenjak 2014.
Cetak biru itu ditaksir penting untuk Indonesia sebab tidak cuma Indonesia hendak menemukan pesawat tempur angkatan 4, 5, namun pula menemukan memindahkan teknologi serta masuk ke dalam kaitan pasokan garis besar pabrik pesawat tempur.
Tetapi, dalam perjalanannya, gairah politik di Korea serta keterbatasan perhitungan di Indonesia membuat kesertaan Indonesia rawan kandas. Pada 2024, Kemenhan melaporkan Indonesia sudah sukses berunding dengan Korsel terpaut keikutsertaannya dalam program KFX atau IFX.
Tidak cuma itu saja, Indonesia pula sudah melaporkan ambisinya buat ikut serta dalam pengembangan bersama jet tempur angkatan ke- 5 yang dibesarkan oleh Turki, bernama Kaan. Perihal itu diklaim Prabowo dalam lawatannya ke Turki pada April 2025.
Kaan didesain selaku jet tempur siluman bermesin dobel yang dibesarkan Turkish Aerospace Industries semenjak 2010 buat mengambil alih F- 16 Turki. Prototipe awal Kaan sudah melaksanakan penerbangan kesatu pada Februari 2024.
Bimbang strategis
Pengamat tentara dari Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi bertukar pandang, lika- liku Indonesia dalam mencari alutsista peswat tempur itu memantulkan bimbang penting yang lumayan lingkungan. Di situ nampak campuran antara desakan operasional perlengkapan pertahanan, titik berat geopolitik, keterbatasan pajak, dan kebutuhan Indonesia buat melindungi kebijaksanaan yang lemas.
” Idealnya, penukaran alutsista disiapkan dengan cara tidak berubah- ubah serta terencana, semacam dalam kerangka daya utama minimal( MEF). Tetapi, praktiknya kenyataan politik serta pajak kerap kali memforsir penguasa buat berlagak efisien pula. Misalnya, kesertaan program KFX wajib kita akui penting serta bisa membuat dasar teknologi kita dalam waktu jauh. Tetapi, komitmen kita buat pendanaan cetak biru itu naik turun sebab titik berat pajak,” tutur Khairul.
Sedangkan dalam konsep pembelian jet Su- 35, penguasa wajib memikirkan bahaya ganjaran dari AS lewat CAATSA. Kesimpulannya, opsi juga dijatuhkan ke jet Dassault Rafale dari Perancis.
Walaupun banyak pihak mengatakan kalau pembelian Rafale terhitung mahal, butuh diamati paket kegiatan serupa yang menyertainya. Karena, pembelian jet tempur Rafale hendak dilanjutkan dengan pembangunan combat management system buat menggabungkan sistem komunikasi serta informasi yang dibutuhkan dalam perang era depan.
Indonesia pula sudah melaporkan atensi buat membeli jet tempur F- 15EX dari AS, ikut serta dalam penciptaan jet tempur Kaan dari Turki, sampai yang terkini melaporkan atensi buat membeli J- 10 sisa dari Turki. Khairul memandang perihal itu selaku strategi multivektor yang dijalani penguasa dengan melindungi kelangsungan kepada bermacam kawan kerja pertahanan tanpa wajib mengikatkan diri pada satu pihak khusus.
Idealnya, penukaran alutsista disiapkan dengan cara tidak berubah- ubah serta terencana, semacam dalam kerangka daya utama minimal( MEF). Tetapi, praktiknya kenyataan politik serta pajak kerap kali memforsir penguasa buat berlagak efisien pula.
Tetapi, beliau menegaskan, strategi itu bisa memunculkan perkara sungguh- sungguh bila tidak ditopang dengan pemograman serta pengumpulan ketetapan logistik yang dicoba dengan cara tembus pandang serta akuntabel. Bila khalayak tidak diberi uraian serta data yang lumayan hal urgensi serta kenyataan yang dialami, bermacam aksi penguasa itu malah menampilkan opini inkonsistensi ataupun penguasa mudah dibelokkan.
Buat menanggulangi perihal itu, yang dibutuhkan merupakan denah jalur serta strategi besar rute lembaga dengan berdasarkan pada MEF yang telah dibentuk semenjak 2009. Denah jalur itu pula wajib terbuat paling tidak hingga 2 dasawarsa ke depan, ialah 2045. Dengan begitu, pembelian alutsista, spesialnya logistik jet tempur, dicoba lewat pemograman waktu jauh.
Jadi, khalayak dapat menjajaki dengan bagus apa yang diperlukan, apa yang direncanakan, serta gimana realisasinya. Dengan sedemikian itu, tidak hingga memunculkan anggapan inkonsistensi di khalayak,” tutur Khairul.
Terpaut dengan rumor terdapatnya atensi Indonesia kepada J- 10 sisa dari Cina, beliau memandang kalau rumor itu timbul sehabis klaim kalau jet ini sukses” mengimbangi” ataupun apalagi melebihi Rafale India. Tetapi, penguasa diingatkan buat memikirkan mengenai pesawat sisa dari suatu negeri yang tidak memiliki asal usul memindahkan teknologi penting ke Indonesia.
Beliau juga mempersoalkan urgensi serta corak pembelian itu bila jadi direalisasikan.” Apakah cuma buat quick fix ataupun terdapat kebutuhan lain?.
Rumor konsep pembelian jet tempur J- 10 ciptaan Cina oleh Indonesia balik mencuat ke khalayak. Berita ini awal kali berembus dari informasi alat asing yang mengatakan kalau Indonesia tengah menduga alternatif pembelian 12 bagian jet tempur J- 10C Vigorous Naga dari Chengdu Aircraft Industry Group selaku bagian dari usaha pembaharuan alutsista Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU). Walaupun belum terdapat verifikasi sah dari Departemen Pertahanan RI, rumor ini sudah mengakibatkan dialog hangat di golongan pengamat pertahanan, politisi, sampai warganet.
Jet tempur J- 10, spesialnya versi J- 10C, ialah pesawat tempur angkatan 4. 5+ yang sudah jadi tulang punggung Angkatan Hawa Angkatan Pembebasan Orang( PLAAF) Cina. Dilengkapi dengan pencari AESA( Active Electronically Scanned Array), sistem peperangan elektronik mutahir, dan keahlian bawa peluru kendali udara- ke- udara PL- 15 jarak jauh, pesawat ini ditatap mempunyai daya besar di kelasnya. Apalagi sebagian analis mengatakan J- 10C selaku“ F- 16 tipe Cina” dengan keahlian yang sudah ditingkatkan.
Jejak Rumor serta Sinyalemen Diplomatik
Rumor pembelian J- 10 oleh Indonesia bukan perihal terkini. Pada tahun 2022, luang tersebar data kalau Cina menawarkan jet itu selaku bagian dari paket kegiatan serupa pertahanan. Tetapi, dikala itu penguasa Indonesia mengarah fokus pada pembelian jet tempur Rafale ciptaan Prancis serta F- 15EX dari Amerika Sindikat.
Kali ini, mencuatnya balik rumor J- 10 disebut- sebut selaku bagian dari penganekaragaman pangkal logistik senjata, menyusul gairah garis besar serta pemisahan ekspor senjata dari sebagian negeri barat dampak ketegangan geopolitik. Pangkal dalam di area pertahanan mengatakan kalau Indonesia memikirkan alternatif dari Cina selaku tahap efisien buat memesatkan pelampiasan keinginan alutsista penting Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU), spesialnya dalam mengalami tantangan keamanan di area Laut Natuna Utara serta perairan dekat ASEAN.
Tetapi begitu, beberapa golongan memperhitungkan kalau tahap ini wajib dikaji dengan cara mendalam dari bagian teknis, politik, serta diplomatik.
Jawaban Penguasa serta Komandan TNI
Sampai informasi ini diturunkan, Departemen Pertahanan belum membagikan statment sah terpaut berita ini. Tetapi, Komandan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Jenderal Agus Subiyanto dikala ditemui di sela- sela kunjungannya ke Pos Hawa Iswahjudi, Madiun, membagikan asumsi politis.
“ Kita senantiasa terbuka buat menilai bermacam program pertahanan dari negeri mana juga, sepanjang cocok dengan keinginan penting Indonesia serta mensupport interoperabilitas sistem yang telah terdapat,” ucapnya pada reporter, Senin( 2 atau 6).
Beliau pula menerangkan kalau tiap ketetapan pembelian alutsista hendak memikirkan pandangan teknologi, peralatan, penataran pembibitan, serta paling utama ikatan penting antarnegara.
Membela serta Anti di Dalam Negeri
Rumor ini tiba- tiba mengakibatkan kontroversi di golongan politisi serta pengamat pertahanan. Badan Komisi I DPR RI dari Bagian Partai Kerakyatan Indonesia Peperangan( PDIP), Bambang Wicaksono, menyuarakan kehati- hatian kepada alternatif pembelian dari Cina.
“ Kita wajib berjaga- jaga. Pembelian alutsista bukan cuma pertanyaan harga serta teknologi, tetapi pula menyangkut arah politik luar negara kita. Janganlah hingga malah mempersempit ruang aksi kebijaksanaan pertahanan Indonesia yang sepanjang ini nonblok,” tuturnya.
Sedangkan itu, pengamat tentara dari Badan Amatan Penting Pertahanan( LKSP), Marcellinus Widjaja, memperhitungkan kalau J- 10C dapat jadi alternatif waktu pendek buat menguatkan skadron tempur yang saat ini menyusut dampak pensiunnya beberapa F- 5 serta pesawat berumur yang lain.
“ Bila Indonesia mau lekas menguatkan bentuk badan hawa dengan bayaran berdaya guna, J- 10C pantas dipikirkan. Tetapi senantiasa, penilaian global wajib dicoba, tercantum dalam perihal memindahkan teknologi, sokongan purnajual, serta integrasi dengan sistem tempur yang lain,” ucap Marcellinus.
Estimasi Teknis serta Strategis
Dari bagian teknis, jet tempur J- 10C mempunyai bermacam kelebihan. Dengan kecekatan maksimal Mach 2. 2, radius tempur 1. 250 kilometer, serta keahlian multirole( bagus buat pertempuran hawa ataupun serbuan bumi), J- 10C ditaksir sesuai buat misi- misi penjagaan area hawa Indonesia yang besar. Sistem fly- by- wire, pencari AESA, dan keahlian stealth terbatas menjadikannya bersaing dengan jet Barat di kelasnya.
Tetapi begitu, salah satu tantangan penting merupakan pandangan interoperabilitas. Dikala ini, Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) melaksanakan bermacam tipe pesawat dari Barat semacam F- 16, Sukhoi Su- 27 atau Su- 30, dan tengah menantikan kehadiran Rafale serta mungkin F- 15EX. Integrasi J- 10 yang berplatform sistem Cina hendak menginginkan adaptasi dalam perihal komunikasi informasi, peralatan, serta penataran pembibitan angkasawan dan teknisi.
Tidak hanya itu, kemampuan ketergantungan pada teknologi Cina pula jadi estimasi sungguh- sungguh, paling utama di tengah ketegangan geopolitik antara gulungan Barat serta Cina.
Tanda Politik serta Kebijaksanaan Regional
Pengamat ikatan global dari Universitas Indonesia, Profesor. Retno kekal, memperhitungkan kalau rumor pembelian J- 10 pula sarat bagasi politik.
“ Bila Indonesia jadi membeli J- 10, itu hendak dibaca selaku tanda pendekatan yang lebih akrab dengan Beijing. Ini dapat pengaruhi ikatan kita dengan negara- negara kawan kerja penting semacam Amerika Sindikat, Australia, serta apalagi Jepang,” ucapnya.
Beliau meningkatkan, tahap sejenis ini butuh dicoba dengan kehati- hatian supaya tidak mengganggu prinsip politik luar negara leluasa aktif Indonesia yang sepanjang ini melindungi penyeimbang antarblok daya bumi.
Kesimpulan: Antara Keinginan serta Kebutuhan Strategis
Pembaharuan alutsista Indonesia, tercantum penguatan skadron tempur Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU), memanglah jadi keinginan menekan. Dengan luasnya area hawa Indonesia serta melonjaknya gairah area, kehadiran jet tempur modern amat genting.
Tetapi, dalam memastikan kawan kerja logistik alutsista, Indonesia butuh memikirkan lebih dari semata- mata detail teknis ataupun kemampuan harga. Akibat politik, diplomatik, dan keberlanjutan sokongan teknis waktu jauh wajib jadi bagian dari estimasi penting.
Rumor pembelian jet tempur J- 10 dari Cina dapat jadi ialah salah satu dari banyak alternatif yang lagi dipikirkan. Tetapi, ketetapan kesimpulannya wajib memantulkan kebutuhan nasional dengan cara global: pertahanan yang kokoh, ikatan luar negara yang balance, serta independensi teknologi di era depan.
Rumor pembelian jet tempur Chengdu J- 10 dari Cina oleh penguasa Indonesia balik mencuat ke khalayak. Pemikiran ini timbul sehabis beredarnya akta dalam yang diprediksi berawal dari Departemen Pertahanan( Kemenhan), mengatakan terdapatnya ketertarikan Indonesia kepada alutsista ciptaan Negara Gorden Bambu itu. Sampai dikala ini, belum terdapat verifikasi sah dari pihak penguasa, tetapi pembicaraan hangat sudah bergulir di golongan pengamat tentara, badan DPR, serta warga besar.
Dalam akta yang bocor ke alat sosial itu, dituturkan kalau Indonesia lagi menduga mungkin pembelian 12 bagian jet tempur multirole J- 10C ciptaan Chengdu Aircraft Corporation, anak industri dari Aviation Industry Corporation of Cina( AVIC). Jet tempur ini diketahui mempunyai keahlian serba untuk serta sudah dipakai dengan cara besar oleh Angkatan Hawa Angkatan Pembebasan Orang Cina( PLAAF), dan baru- baru ini pula diekspor ke Pakistan.
Pemikiran serta Corak Geopolitik
Pengamat tentara dari Institute for Strategic and Defense Studies( ISDS), Arif Hidayat, mengatakan kalau ketertarikan Indonesia kepada J- 10 tidaklah perihal yang mencengangkan, mengenang keinginan menekan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) buat menguatkan armada tempurnya. Dikala ini, Indonesia sedang tergantung pada pesawat tempur F- 16 yang beberapa besar ialah versi lama dan Sukhoi Su- 27 serta Su- 30 yang pula sudah berumur lebih dari satu dasawarsa.
” Indonesia memanglah terletak pada tahap berarti dalam pembaharuan alutsista. Terlebih dengan suasana geopolitik di Asia Tenggara yang terus menjadi lingkungan, kedatangan jet tempur terkini jadi keinginan menekan,” ucap Arif pada alat, Senin( 2 atau 6).
Tetapi, beliau pula menegaskan kalau ketetapan membeli dari Cina dapat berakibat penting kepada ikatan Indonesia dengan negara- negara barat, spesialnya Amerika Sindikat serta mitra- mitra ASEAN yang sepanjang ini lumayan berjaga- jaga dalam menjalakan kegiatan serupa tentara dengan Beijing.
” Pembelian jet dari Cina dapat diamati selaku tanda keakraban politik, yang bisa jadi hendak mengganti gairah regional serta menarik atensi besar dari negara- negara besar,” tambahnya.
Asumsi DPR serta Respon Publik
Rumor ini langsung menemukan pancaran dari Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan. Badan Komisi I, Tb Hasanuddin, melaporkan kalau DPR belum menyambut informasi sah terpaut konsep pembelian itu. Beliau memohon Kemenhan buat lekas membagikan keterangan supaya tidak memunculkan kesimpangsiuran di tengah warga.
” Jika memanglah terdapat konsep itu, kita memohon kelangsungan. Wajib terdapat ulasan terbuka, tercantum amatan teknis serta strategisnya. Janganlah hingga cuma sebab harga ekonomis ataupun alibi efisien, kita mempertaruhkan pandangan interoperabilitas serta strategi waktu jauh,” tutur Tb Hasanuddin.
Sedangkan itu, respon khalayak juga beraneka ragam. Di alat sosial, perbincangan antara pendukung serta pembangkang pembelian J- 10 berjalan hebat. Beberapa warganet menyongsong bagus bila Indonesia membeli alutsista modern dengan harga bersaing, sedangkan yang lain menyuarakan kebingungan kepada mutu, sokongan teknis, serta posisi geopolitik Indonesia yang dapat tersendat.
Membela serta Anti Jet Tempur J- 10
Jet tempur J- 10C merupakan versi terkini dari keluarga J- 10 yang dilengkapi pencari AESA( Active Electronically Scanned Array), sistem avionik canggih, serta keahlian bawa bermacam tipe peluru kendali hawa ke hawa dan peluru kendali akurasi hawa ke bumi. Dengan kecekatan maksimal Mach 2. 2 serta radius tempur dekat 1. 500 kilometer, J- 10C dikira sanggup bersaing dengan jet tempur angkatan keempat- plus dari Barat semacam F- 16 Viper ataupun Rafale.
Tetapi, beberapa pengamat senantiasa mempersoalkan daya guna jet ini dalam pembedahan kombinasi, mengenang perbandingan sistem, bahasa teknologi, dan kemampuan kesusahan dalam integrasi dengan sistem aba- aba serta pengawasan kepunyaan Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU) yang sepanjang ini mengadopsi standar NATO.
“ Permasalahan kompatibilitas merupakan perihal yang amat genting. Kita tidak cuma membeli pesawat, tetapi pula membeli ekosistem,” nyata Ajaran Adi, analis pertahanan dari CSIS. Beliau menganjurkan supaya penguasa memprioritaskan pembelian jet tempur dari negara- negara yang sudah mempunyai kegiatan serupa teknologi yang lebih mapan dengan Indonesia.
Riwayat Penganekaragaman Alutsista Indonesia
Butuh diketahui, Indonesia sepanjang ini memanglah diketahui mempraktikkan kebijaksanaan penganekaragaman alutsista selaku bagian dari strategi non- blok. Dalam 2 dasawarsa terakhir, Indonesia membeli jet dari Amerika( F- 16), Rusia( Sukhoi), Korea Selatan( T- 50 Golden Eagle), serta saat ini apalagi menduga pembelian Rafale dari Prancis dan menjajaki program jet tempur era depan KF- 21 bersama Korea Selatan.
Tetapi, penganekaragaman ini pula memunculkan tantangan terkini dalam perihal peralatan, perawatan, serta penataran pembibitan. Permasalahan teknis serta ketergantungan pada kaum cadang sering kali jadi hambatan yang membatasi kesiapan tempur Tentara Nasional Indonesia(TNI) Angkatan udara(AU).
Tindakan Sah Penguasa: Sedang Ditimbang
Kemenhan sampai saat ini belum menghasilkan statment sah hal rumor pembelian J- 10. Tetapi, pangkal dalam di area departemen mengatakan kalau cara penilaian kepada bermacam tipe jet tempur memanglah lagi berjalan, tercantum dari Cina.
“ Belum terdapat ketetapan akhir. Seluruh alternatif dievaluasi bersumber pada keinginan penting, harga, offset pabrik, serta kegiatan serupa teknologi,” ucap pangkal yang sungkan dituturkan namanya.
Sedangkan itu, Kepala negara Joko Widodo dalam kunjungan ke Lanud Halim Perdanakusuma sebagian durasi kemudian menerangkan berartinya kemampuan serta kejernihan dalam logistik alutsista.
” Kita wajib membenarkan kalau tiap rupiah yang dipakai buat pertahanan membagikan khasiat maksimum. Janganlah terperangkap pada proyek- proyek yang tidak berdaya guna ataupun bertabiat politis semata,” jelas Kepala negara.
Penutup: Menanti Kejelasan
Dengan mencuatnya rumor ini, khalayak saat ini menunggu kejelasan serta ketetapan sah dari penguasa. Apakah Indonesia hendak betul- betul membeli jet tempur J- 10 dari Cina, ataukah cuma hingga riset dini selaku bagian dari penilaian keinginan pertahanan nasional?
Apa juga keputusannya, yang tentu merupakan kalau Indonesia menginginkan daya hawa yang modern serta andal buat melindungi independensi di tengah tantangan keamanan yang terus menjadi lingkungan. Tetapi, dalam tiap tahap penting, kehati- hatian serta estimasi waktu jauh senantiasa wajib jadi prioritas penting.