
Rusia di Balik Bayang-bayang Peran Mengejutkan Negeri Beruang Merah dalam Konflik Israel-Iran
Ketika dunia terpaku pada pertukaran rudal dan retorika panas antara Israel dan Iran, ada satu aktor besar yang perannya kerap luput dari sorotan utama: Rusia. Negara ini bukan hanya sekadar pengamat di pinggir lapangan, melainkan pemain strategis yang mampu memengaruhi arah konflik secara signifikan—baik melalui diplomasi, teknologi, maupun kalkulasi geopolitik yang cermat.
Mediasi atau Manuver? Sikap Resmi Rusia
Dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Vladimir Putin secara terbuka menawarkan Rusia sebagai mediator antara Israel dan Iran. Dalam percakapan telepon terpisah dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Putin menekankan pentingnya penyelesaian damai dan perlunya semua pihak kembali ke meja perundingan, khususnya terkait isu nuklir Iran. Kremlin bahkan menggarisbawahi kesiapan Rusia untuk “mencegah eskalasi lebih lanjut” dan menawarkan “upaya mediasi konkret” sebagai bentuk dukungan bagi Iran, namun tetap menjaga komunikasi dengan Israel.
Putin juga secara tegas mengecam serangan Israel ke Iran, menyebutnya sebagai pelanggaran Piagam PBB dan hukum internasional. Namun, di waktu yang sama, ia menekankan bahwa solusi harus dicapai melalui jalur politik dan diplomatik, bukan kekerasan.
Kepentingan Ekonomi dan Energi: Jalur Minyak di Tengah Sanksi
Salah satu faktor kunci yang membuat Rusia sangat berkepentingan pada stabilitas Iran adalah jalur distribusi minyak. Dengan sanksi internasional yang membatasi akses Rusia ke pasar global, Iran menjadi salah satu rute vital bagi ekspor minyak Rusia ke negara-negara seperti India. Setiap gangguan pada infrastruktur transportasi Iran akibat konflik dengan Israel akan berdampak langsung pada ekonomi Rusia.
Hubungan Strategis: Iran sebagai Mitra, Israel sebagai Penyeimbang
Sejak pecahnya perang di Ukraina, hubungan Rusia dan Iran kian erat. Iran menyediakan drone dan rudal yang digunakan Rusia di medan perang Ukraina, sementara Rusia menawarkan transfer teknologi dan kerja sama militer yang selama ini diidamkan Teheran. Pada Januari 2025, kedua negara bahkan menandatangani kemitraan strategis selama 20 tahun yang mencakup kolaborasi pertahanan dan latihan militer bersama.
Namun, Rusia tetap menjaga komunikasi dengan Israel. Meski Israel mengkritik invasi Rusia ke Ukraina dan aliansi Moskow dengan Teheran, Israel sejauh ini menolak permintaan Ukraina untuk pasokan senjata, sebuah keputusan yang sangat diperhatikan oleh Kremlin. Rusia tampaknya sadar, jika terlalu berpihak ke Iran, Israel bisa saja membalas dengan mengirim senjata ke Ukraina—sebuah skenario yang ingin dihindari Moskow.
“Menjamin kepentingan Iran dari satu sisi, dalam aktivitas nuklir untuk tujuan damai. Dan di sisi lain menjamin kepentingan Israel dari sudut pandang keamanan. Ini pertanyaan yang sangat kritis dan tentu diperlukan tindakan yang sangat akurat dan hati-hati,” ujar Putin.
Keterlibatan di Proyek Nuklir: Antara Sains dan Keamanan
Rusia memiliki sejarah panjang dalam membantu pengembangan nuklir sipil Iran, seperti proyek reaktor Bushehr yang sempat mangkrak setelah perusahaan Jerman hengkang dan kemudian diambil alih oleh Rusia. Saat ini, ada sekitar 200 spesialis nuklir Rusia di Iran, sehingga Moskow menuntut jaminan keamanan dari Israel agar para ahli tersebut tidak menjadi korban serangan.
Rusia menegaskan bahwa program nuklir Iran yang didukungnya adalah untuk tujuan damai—pertanian dan kedokteran—dan bukan untuk persenjataan. Namun, di balik narasi damai ini, terdapat kepentingan strategis: menjaga pengaruh Rusia di Iran sekaligus memastikan Israel tidak merasa terancam secara eksistensial.
Realitas Lapangan: Bantuan, Batas, dan Ketegangan
Walaupun Rusia menawarkan bantuan dan mediasi, Iran tampaknya tidak sepenuhnya puas. Menurut sumber dari Iran, dukungan Rusia dinilai masih kurang konkret, terutama ketika Amerika Serikat dan Israel meningkatkan tekanan militer secara langsung ke Iran. Di sisi lain, Rusia juga tidak ingin terjebak terlalu dalam di konflik Timur Tengah, mengingat sumber dayanya sudah tersedot habis-habisan untuk perang di Ukraina.
Ketika Amerika Serikat melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran, Putin secara terbuka mengecam aksi tersebut sebagai “agresi yang tidak beralasan” dan memperingatkan bahwa langkah semacam itu bisa menyeret kawasan ke konflik yang lebih luas dan berbahaya.
Dimensi Global: Mengalihkan Perhatian Barat
Bagi Rusia, konflik di Timur Tengah juga berfungsi sebagai pengalih perhatian Barat dari Ukraina. Ketika perhatian Amerika Serikat dan sekutunya terpecah antara Ukraina dan Timur Tengah, Rusia mendapat ruang manuver lebih besar di Eropa Timur. Ini adalah kalkulasi geopolitik klasik: semakin banyak front yang harus dihadapi musuh, semakin besar peluang untuk memperkuat posisi sendiri.
Studi Kasus: Diplomasi di Tengah Krisis
Salah satu contoh nyata peran Rusia adalah ketika Putin menawarkan proposal damai yang memungkinkan Iran melanjutkan program nuklir sipilnya dengan jaminan keamanan bagi Israel. Proposal ini dibagikan ke Iran, Israel, dan Amerika Serikat, namun keputusan akhir tetap di tangan para pemimpin politik masing-masing negara. Pendekatan ini menegaskan posisi Rusia sebagai “power broker” yang mencoba menjaga keseimbangan di antara dua musuh bebuyutan.
Pandangan Regional: Pengakuan dari Pemimpin Dunia
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam pertemuannya dengan Putin juga menegaskan bahwa peran Rusia sangat besar dalam menjaga stabilitas kawasan dan mendorong penyelesaian damai. Pengakuan serupa juga datang dari pemimpin Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang bersama Putin menyerukan penghentian segera kekerasan dan penyelesaian melalui jalur diplomatik.
Kesimpulan: Rusia, Sang Penjaga Keseimbangan yang Tak Terduga
Rusia memainkan peran yang jauh lebih besar dan kompleks dalam konflik Israel-Iran daripada yang banyak orang sadari. Dari mediasi diplomatik, dukungan teknologi dan militer, hingga kalkulasi ekonomi dan geopolitik, Moskow berupaya keras menjaga keseimbangan agar konflik tidak berubah menjadi perang regional yang tak terkendali. Namun, di balik upaya damai dan retorika penengah, Rusia tetap mengutamakan kepentingan nasionalnya—baik untuk bertahan dari sanksi, menjaga sekutu, maupun memperkuat posisi di panggung global.
Peran Rusia dalam konflik Israel-Iran adalah cerminan dari diplomasi modern: penuh nuansa, kepentingan tumpang tindih, dan seringkali, keputusan-keputusan diambil bukan demi perdamaian semata, melainkan demi kelangsungan dan pengaruh jangka panjang.