Pelacak Keong Di Grobogan Dituntut Damai

Pelacak Keong Di Grobogan Dituntut Damai

Pelacak Keong di Grobogan Dituntut Damai – Seorang polisi di Kabupaten Grobogan, Jateng, memukuli serta memforsir seseorang masyarakat.

Kusyanto( 38), masyarakat Dusun Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang tiap hari bertugas selaku pelacak keong, dibekuk polisi serta dipukuli supaya berterus terang kalau dirinya mencuri pompa air. dahlia77 Sehabis permasalahan itu viral, Kusyanto yang sudah dilepaskan sebab tidak teruji melaksanakan kesalahan itu dikunjungi polisi serta dimohon memaraf pesan statment rukun.

Pada Pekan( 2 atau 3 atau 2025) dekat jam 22. 00 Wib, Kusyanto lagi bersandar di tepi bengawan di Dusun Suru, Kecamatan Geyer, Grobogan. Beliau lagi istirahat di tengah aktivitasnya mencari keong. Tidak diduga, seketika terdapat 5 orang yang tiba mendatangi dirinya.

” Mereka tiba itu tidak pertanyaan aku lagi apa ataupun gimana, namun langsung mendakwa. Aku disuruh berterus terang jika mencuri diesel ataupun semacam Sanyo( pompa air) itu,” tutur Kusyanto dikala dihubungi, Minggu

Pada Kusyanto, salah satu dari kawanan orang itu berterus terang selaku polisi. Biarpun begitu, pria itu tidak membuktikan bukti diri serta menampilkan pesan tugasnya.

Kusyanto telah menarangkan kalau dirinya cuma mencari keong di wilayah itu. Beliau pula mengatakan kalau dirinya tidak sempat mencuri semacam yang dituduhkan. Tetapi, uraian Kusyanto itu tidak digubris.

Kusyanto lalu dibawa mengarah Dusun Ngleses, Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jateng, dengan dibonceng memakai sepeda motor.

Di selama jalur, Kusyanto yang bersandar di tengah dipukuli di tubuh serta kepalanya sembari dimohon berterus terang mencuri oleh pria yang mengatakan dirinya polisi itu. Kusyanto tidak dapat melawan sebab kedua tangannya diikat.

Sesampainya di Dusun Ngleses, Kusyanto dimohon bersandar di salah satu teras rumah masyarakat. Di tempat itu, telah banyak masyarakat bergerombol. Pria yang lebih dahulu berterus terang selaku polisi itu juga balik menekan Kusyanto buat berterus terang kalau sudah mencuri.

Insiden itu diabadikan oleh beberapa orang kemudian viral di alat sosial. Dalam film bertempo 27 detik itu, nampak seseorang pria yang mengenakan jaket gelap meneriaki Kusyanto. Tangan kiri pria itu terletak di leher Kusyanto serta tangan kanannya dikepalkan buat memencet jidat Kusyanto.

” Iya enggak? Iya enggak? Ngaku opo ora?( Berterus terang ataupun tidak). Ngaku opo ora? Hei! Hei! Mateni kowe ora pateken( Menewaskan kalian tidak permasalahan). Saiki diesel e mbok deleh ngendi?( Saat ini dieselnya kalian letakkan mana?),” ucap pria itu.

Tetapi, Kusyanto senantiasa konsisten pada pendiriannya. Ia senantiasa tidak ingin membenarkan aksi yang tidak dikerjakannya itu. Setelah itu, Kusyanto dibawa mengarah kantor Kepolisian Zona Geyer.

” Di sana aku pula disuruh pengakuan. Benak aku dikala itu, jika berdalih ataupun tidak jujur( berterus terang mencuri), permasalahannya tentu hendak lanjut. Jadi, aku pikir, mendingan jujur saja. Jika menjajaki( permohonan buat berterus terang), sementara itu aku tidak mencuri kan gimana, bisa jadi hendak lebih akut lagi, lebih pemberontak lagi,” ucap Kusyanto.

Bersama dengan Kusyanto, segerombolan orang itu pula bawa sepeda motor serta keong hasil buruan Kusyanto malam itu ke Polsek Geyer. Polisi pula mengambil ponsel kepunyaan Kusyanto.

Bagi Kusyanto, polisi pula menghadiri rumahnya buat menggeledah. Dalam penggeledahan itu, polisi, tutur Kusyanto, tidak menciptakan benda fakta berbentuk diesel serta pompa air. Polisi kemudian membebaskan Kusyanto.

Aku pergi dari polsek itu Selasa( 4 atau 3 atau 2025). Dekat jam 03. 00. Aku kembali dari polsek itu dijemput lurah aku,” ucapnya.

Dampak insiden itu, Kusyanto berterus terang guncangan. Beliau pula merasa sudah dipermalukan dengan metode dituduh mencuri di depan banyak orang di dusun lain. Tidak cuma julukan bagusnya yang terkontaminasi, julukan bagus desanya pula, tutur Kusyanto, jadi kurang baik dampak peristiwa itu.

Mereka tiba itu tidak pertanyaan aku lagi apa ataupun gimana, namun langsung mendakwa. Aku disuruh berterus terang jika mencuri diesel ataupun semacam Sanyo( pompa air) itu.

Tidak cuma dengan cara kejiwaan, Kusyanto pula mengidap luka- luka raga dampak penganiayaan yang diterimanya dalam penahanan itu. Kusyanto sudah periksakan kesehatannya ke sehabis peristiwa itu. Saat ini, keadaannya diucap telah pulih.

Sampai seminggu sehabis peristiwa itu, Kusyanto berterus terang sedang belum dapat bertugas mencari keong. Karena, perlengkapan buat mencari keong kepunyaannya lenyap.

Sepeda motor yang umumnya digunakan buat mencari keong pula cacat dikala dipulangkan dari Polsek Geyer. Tidak hanya mesinnya tidak dapat bercahaya, bentuk tubuh serta lampu balik sepeda motor Kusyanto itu pula rusak.

Dalam satu hari, Kusyanto yang 5 tahun terakhir teratur mencari keong itu dapat memperoleh 20- 30 kg keong. Dari hasil itu, bontot dari 4 berkeluarga itu, dapat memperoleh dekat Rp 90. 000- Rp 150. 000 per hari.

Damai

Sehabis film penahanan serta investigasi kepada Kusyanto viral, beberapa orang dari Kepolisian Resor Grobogan menghadiri rumahnya, Sabtu( 8 atau 3 atau 2025) petang. Sesampainya di rumah Kusyanto, polisi itu memohon beberapa masyarakat yang kala itu lagi terletak di rumah Kusyanto pergi. Polisi kemudian menutup pintu rumah Kusyanto serta cuma memperbolehkan sekretris dusun setempat buat masuk.

Bagi Kusyanto, pada momen itu, polisi memohon maaf pada dirinya atas insiden yang menimpanya. Mereka pula mengajak balik kerak serta memohon Kusyanto memaraf pesan perjanjian rukun yang dibawa polisi.

Kusyanto berterus terang bimbang. Sesungguhnya, ia tidak mau memaraf pesan itu. Tetapi, Kusyanto merasa khawatir. Oleh sebab tidak berakal, ia juga mengikuti perintah buat memaraf pesan itu.

Kusyanto membenarkan, dirinya sesungguhnya mempunyai kemauan buat memberi tahu penganiayaan yang menimpanya. Biarpun begitu, selaku orang biasa, beliau berterus terang tidak ketahui gimana triknya. Dari bidang keuangan, Kusyanto pula tidak memiliki duit yang lumayan buat carter pengacara. Terlebih, telah terdapat pesan rukun yang terlambat ditandatanganinya.

” Dengan terdapatnya( pesan) perjanjian rukun itu, bisa jadi kesamarataan dari pihak negeri telah tertutup. Tetapi, betul, dalam batin aku yakin jika kesamarataan Si Inventor itu terdapat,” tutur Kusyanto.

Sedangkan itu, Pimpinan Indonesia Police Watch Sugeng Konsisten Santoso mengatakan, insiden yang mengenai Kusyanto ialah fakta kalau sedang terdapat polisi yang tidak handal serta belum berganti paradigmanya.

Polisi yang, tutur Sugeng, sepatutnya memakai dasar prasangka tidak bersalah justru memakai asal prasangka bersalah. Situasi itu membuat polisi langsung merumuskan kalau Kusyanto yang tiap hari bertugas di persawahan merupakan bibit mengerik dari lenyapnya mesin pompa air.

Sementara itu, dalam hukum, profesionalisme polisi dituntut lewat cara pelacakan serta investigasi. Dengan begitu, wajib diperoleh dahulu perlengkapan fakta buat mendakwa seorang, terkini bisa membekuk. Melainkan, ia ini terjebak tangan, terdapat perlengkapan buktinya. Dalam permasalahan ini, kan, ia telah dituduh, tidak terdapat perlengkapan buktinya di ia. Tetapi, polisi langsung bermain ambil serta bermain memukul,” tutur Sugeng.

Sugeng memperhitungkan, polisi yang menyiksa Kusyanto layak dihukum. Tidak hanya diproses dengan cara etik di dalam kepolisian, cara hukum kejahatan kepada polisi itu pula, tutur Sugeng, butuh dicoba.

Usaha dari polisi memohon rukun itu merupakan salah satu metode biar ia tidak dikenakan kejahatan. Korban wajib membuat statment tercatat yang isinya mencabut statment rukun itu dengan alibi terhimpit. Setelah itu, ia dapat memberi tahu permasalahan itu ke Aspek Pekerjaan serta Penjagaan Kepolisian Wilayah Jateng

Dihubungi terpisah, Kepala Subbagian Humas Polres Grobogan Ajun Komisaris Danang Esanto mengatakan, polisi yang membekuk Kusyanto merupakan Ajun Inspektur 2( Aipda) IR, badan Polsek Geyer. Saat ini, IR, tutur Danang, lagi ditilik oleh Propam Polres Grobogan terpaut permasalahan itu.

Yang ditilik sejuah ini satu orang, Aipda IR. Pemeriksaannya telah dicoba semenjak Jumat( 7 atau 3 atau 2025),” ucap Danang.

Bagi Danang, IR akan ditilik cocok dengan determinasi yang legal. Dikala ditanya terpaut mungkin ganjaran yang akan diperoleh IR bila teruji bersalah, Danang berterus terang dirinya sedang belum ketahui.

Esok kemajuan berikutnya kita informasikan. Kita fokus yang dikala ini dahulu,” ucapnya.

Danang mengatakan, grupnya belum ketahui alibi IR melaksanakan aksi itu pada Kusyanto. Bagi ia, perihal itu sedang didalami. Ke depan, beberapa saksi diucap Danang hendak ditilik buat menguak insiden itu.

Seseorang masyarakat pelacak keong di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, jadi pusat atensi sehabis ikut serta bentrokan dengan owner tanah tempat beliau lazim mencari binatang molluska itu. Insiden yang awal dikira selaku bentrokan kecil antarwarga tiba- tiba mencuat ke dataran sehabis terdapatnya asumsi pemaksaan rukun oleh orang per orang petugas dusun. Masyarakat menyesalkan penindakan permasalahan ini yang ditaksir tidak seimbang serta mengarah melanggengkan kesenjangan sosial antara masyarakat kecil serta owner modal.

Bentrokan Berasal dari Tanah Bekicot

Peristiwa berasal pada Sabtu( 17 atau 5), dikala Wagiyo( 43), masyarakat Desa Ngangkrik, Dusun Kedungjati, Grobogan, semacam lazim mencari keong di cerang tebu yang terdapat tidak jauh dari tempat tinggalnya. Aktivitas ini sudah beliau lakukan sepanjang lebih dari 5 tahun selaku upaya bonus buat penuhi keinginan tiap hari. Keong yang beliau kumpulkan umumnya dijual ke pengepul dengan harga Rp7. 000 sampai Rp10. 000 per kg.

Tetapi, pada hari itu, beliau seketika dikunjungi oleh seorang yang berterus terang selaku owner tanah. Laki- laki bernama Hartono( 56) itu menyapa Wagiyo dengan bunyi besar serta menuduhnya sudah mencuri hasil alam dari lahannya. Bagi Hartono, walaupun keong merupakan binatang buas, tanah tempat binatang itu terletak merupakan kepunyaan pribadinya serta tidak bisa dimasuki tanpa permisi.

” Aku terkejut, umumnya aku tidak sempat dipermasalahkan. Tetapi seketika aku dimaki- maki serta diancam hendak dikabarkan ke polisi sebab dikira mencuri,” ucap Wagiyo dikala ditemui di rumahnya, Senin( 19 atau 5).

Informasi ke Gedung Dusun Berakhir Pemaksaan Damai

Merasa tidak bersalah, Wagiyo menghadiri gedung dusun bersama kakaknya buat memberi tahu insiden itu. Tetapi bukannya menemukan kesamarataan, beliau malah berterus terang ditekan oleh orang per orang fitur dusun buat menuntaskan permasalahan itu dengan cara kekeluargaan. Dalam perantaraan tertutup yang dicoba di Gedung Dusun Kedungjati pada Pekan( 18 atau 5), Wagiyo dimohon buat memohon maaf pada Hartono serta berkomitmen tidak lagi mencari keong di zona itu.

” Aku tidak mengerti, mengapa aku yang disuruh memohon maaf. Sementara itu aku tidak mengganggu apa- apa, hanya ngambil keong di pinggiran ladang. Apalagi tumbuhan juga tidak aku sentuh,” tutur Wagiyo dengan bunyi kecewa.

Beliau meningkatkan kalau dikala perantaraan, sebagian figur dusun luang mengantarkan kalau permasalahan ini hendaknya tidak dibawa ke pihak berhak sebab hendak mengganggu julukan bagus dusun. Titik berat itu membuat Wagiyo tidak memiliki opsi tidak hanya menjajaki permohonan mereka, walaupun hatinya menyangkal.

Jawaban Masyarakat serta Penggerak Sosial

Berita hal pemaksaan rukun ini kilat menabur ke masyarakat dekat. Banyak yang menyesalkan tindakan pihak dusun yang ditaksir tidak membela pada orang kecil. Apalagi, sebagian penggerak sosial dari Badan Dorongan Hukum( LBH) Semarang mulai membagikan atensi kepada permasalahan ini.

Bagi Rini Astuti, seseorang paralegal dari LBH yang tiba langsung ke Grobogan, peristiwa ini membuktikan pola ketidakadilan yang kerap dirasakan warga miskin dalam bentrokan agraria rasio kecil.

” Keong itu bukan hasil panen. Beliau merupakan binatang buas yang hidup leluasa. Jika tiap orang yang masuk tanah buat ambil keong dikatakan pencuri, kemudian ke mana lagi masyarakat kecil wajib mencari nafkah?” tuturnya.

Rini pula menyayangkan terdapatnya titik berat buat balik kerak dengan cara sepihak. Beliau mengatakan, dalam hukum awas ataupun kejahatan, pemaksaan rukun tidak dibenarkan serta bisa dikategorikan selaku ancaman.

Fitur Dusun Menyangkal Terdapat Pemaksaan

Sedangkan itu, Kepala Dusun Kedungjati, Suparman, dikala dikonfirmasi menyangkal kalau grupnya melaksanakan pemaksaan. Beliau menarangkan kalau perantaraan dicoba untuk melindungi aman serta menjauhi kenaikan bentrokan.

” Kita cuma menyediakan supaya permasalahan ini tidak membengkak. Tidak terdapat desakan. Jika juga terdapat perjanjian rukun, itu bersumber pada persetujuan kedua pihak,” ucap Suparman.

Tetapi kala ditanya pertanyaan titik berat pada Wagiyo buat memohon maaf, Suparman tidak menanggapi dengan cara langsung. Beliau cuma menerangkan kalau tiap masyarakat wajib meluhurkan hak kepunyaan orang lain, tercantum tanah individu.

Kasus yang Berulang

Permasalahan sejenis ini nyatanya bukan yang awal terjalin di Grobogan. Sebagian masyarakat lain pula berterus terang sempat diusir dari tanah tebu ataupun jagung dikala mencari pakan peliharaan ataupun hasil alam lain semacam keong serta keong. Tetapi, sebab khawatir dikira melanggar hukum ataupun dimarahi owner tanah, mereka memilah bungkam.

” Kadangkala kita hanya cari makan, tetapi dikira penjahat,” tutur Parni( 38), bunda rumah tangga yang pula sesekali mencari keong serta keong buat dijual ke pasar.

Jeritan buat Penguasa Daerah

LBH Semarang serta jaringan advokat hirau orang kecil melantamkan supaya penguasa kabupaten lekas turun tangan buat membenarkan proteksi kepada masyarakat miskin yang mencari nafkah dari pangkal energi alam buas. Mereka pula memohon supaya terdapat ketentuan nyata hal batas- batas hak kepemilikan tanah serta akses warga kepada hasil alam buas.

” Ini bukan semata- mata pertanyaan keong. Ini mengenai gimana negeri muncul membela warganya yang lemas. Janganlah hingga cuma sebab seorang memiliki tanah, kemudian beliau merasa berkuasa memahami seluruhnya, tercantum isi alam yang bukan hasil tanamnya,” jelas Rini.

Penutup: Hak Hidup yang Terancam

Permasalahan Wagiyo melukiskan bimbang klasik antara hak atas tanah serta hak mencari nafkah. Di tengah titik berat ekonomi serta keterbatasan profesi di pedesaan, banyak masyarakat menggantungkan hidup pada pangkal energi alam buas semacam keong. Kala akses itu dibatasi tanpa bawah hukum yang nyata, hingga yang terjalin merupakan kesenjangan serta ketidakadilan.

Sampai saat ini, Wagiyo sedang guncangan serta sungkan balik mencari keong. Beliau takut hendak balik diintimidasi ataupun apalagi dipolisikan. Sedangkan itu, suara keluhan dari masyarakat lain lalu bergaung, menuntut supaya tidak terdapat lagi pemaksaan rukun yang malah menindas masyarakat kecil.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *