Pada tanggal 28 Juni 2025, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan keberhasilan mereka dalam operasi militer yang menewaskan Hakham Muhammad Issa Al-Issa, salah satu pendiri Hamas dan tokoh kunci dalam serangan besar yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Peristiwa ini menjadi babak penting dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas, yang telah menimbulkan korban jiwa dan penderitaan besar di kedua belah pihak. Artikel ini akan mengupas secara komprehensif latar belakang, peran Al-Issa dalam Hamas, dampak pembunuhannya, serta konteks konflik yang lebih luas.
Latar Belakang Serangan 7 Oktober 2023 dan Hamas
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Israel yang menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menculik lebih dari 250 warga sipil sebagai sandera. Serangan ini merupakan salah satu aksi teror paling mematikan dalam sejarah konflik Israel-Palestina, yang memicu respons militer besar-besaran dari Israel di Gaza. Hamas, yang didirikan pada 1987, telah lama menjadi aktor utama dalam perlawanan Palestina terhadap Israel, dengan sayap militernya, Brigade Izz al-Din al-Qassam, yang dikenal dengan operasi militer dan serangan teror.
Siapa Hakham Muhammad Issa Al-Issa?
Hakham Muhammad Issa Al-Issa adalah salah satu pendiri Hamas dan juga pendiri sayap militernya. Ia menjabat sebagai kepala markas dukungan tempur Hamas dan merupakan anggota Dewan Keamanan Umum Hamas. Al-Issa dikenal sebagai tokoh sentral dalam pengembangan kekuatan militer Hamas, termasuk pelatihan dan ekspansi militer di Jalur Gaza. Selain itu, ia juga berperan penting dalam merencanakan dan melaksanakan serangan 7 Oktober 2023.
Menurut IDF, Al-Issa adalah salah satu dari sedikit pemimpin senior Hamas yang masih bertahan di Gaza setelah serangan balasan Israel selama hampir dua tahun terakhir. Ia juga disebut sebagai sumber pengetahuan utama dalam organisasi militer Hamas dan berperan dalam mengkoordinasikan serangan udara dan laut terhadap Israel bahkan setelah serangan besar 2023.
Operasi Pembunuhan dan Dampaknya
Operasi yang menewaskan Al-Issa dilakukan di distrik Sabra, Gaza City, melalui serangan udara yang terkoordinasi antara IDF dan Israel Security Agency. IDF menyatakan bahwa pembunuhan Al-Issa merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menargetkan dan mengeliminasi semua tokoh teroris yang terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023.
Kematian Al-Issa memiliki dampak strategis yang signifikan bagi Hamas. Organisasi ini telah mengalami tekanan militer yang luar biasa, dengan ribuan pejuangnya tewas dan infrastruktur militernya, termasuk jaringan terowongan, hancur atau tidak dapat digunakan. Kehilangan pemimpin senior seperti Al-Issa semakin melemahkan kemampuan komando dan kontrol Hamas di lapangan.
Namun, meskipun mengalami kerugian besar, Hamas masih mampu melakukan serangan terbatas dan mempertahankan pengaruhnya di Gaza. Kelompok ini juga menghadapi tantangan internal, seperti tekanan dari klan-klan lokal yang memberontak dan ketidakpastian dukungan dari sekutu seperti Iran.
Konteks Konflik yang Lebih Luas
Konflik Israel-Hamas telah berlangsung selama lebih dari 20 bulan dengan korban jiwa yang sangat besar, terutama di pihak Palestina. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 55.000 warga Palestina telah meninggal dunia, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, akibat operasi militer Israel dan kondisi kemanusiaan yang memburuk di Gaza.
Sementara itu, Israel terus melanjutkan operasi militer dan blokade terhadap Gaza, yang menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata dan pertukaran sandera masih berlangsung, namun negosiasi sering kali terhambat oleh tuntutan politik dan militer yang kompleks dari kedua belah pihak.
Presiden Amerika Serikat dan negara-negara mediator lainnya berusaha mendorong gencatan senjata dan solusi jangka panjang, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa konflik ini sangat sulit untuk diselesaikan tanpa perubahan signifikan dalam dinamika politik dan keamanan regional.
Analisis dan Implikasi
Pembunuhan Hakham Muhammad Issa Al-Issa mencerminkan strategi Israel untuk melemahkan kepemimpinan militer Hamas secara sistematis. Dengan menargetkan tokoh-tokoh kunci yang merancang dan mengorganisasi serangan, Israel berharap dapat mengurangi kemampuan Hamas untuk melancarkan serangan serupa di masa depan.
Namun, pengalaman konflik sebelumnya menunjukkan bahwa meskipun kehilangan pemimpin senior, Hamas memiliki struktur yang cukup terdesentralisasi dan mampu merekrut serta melatih anggota baru, meskipun dengan kualitas yang menurun. Hal ini menimbulkan tantangan bagi Israel dalam mencapai kemenangan militer yang tuntas tanpa solusi politik yang menyeluruh.
Selain itu, dampak kemanusiaan yang luas dari konflik ini menimbulkan tekanan internasional yang besar terhadap kedua belah pihak untuk mencari jalan keluar yang dapat mengakhiri penderitaan rakyat sipil di Gaza dan Israel. Kematian Al-Issa mungkin menjadi titik balik dalam konflik, tetapi juga menggarisbawahi kompleksitas dan kedalaman masalah yang harus dihadapi untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Kematian Hakham Muhammad Issa Al-Issa, salah satu pendiri dan pemimpin senior Hamas, dalam serangan udara Israel adalah perkembangan penting dalam konflik Israel-Hamas yang telah berlangsung lama. Al-Issa memainkan peran sentral dalam merencanakan serangan mematikan 7 Oktober 2023 dan dalam membangun kekuatan militer Hamas di Gaza. Meskipun kematiannya melemahkan posisi Hamas, konflik ini tetap kompleks dan penuh tantangan, dengan dampak kemanusiaan yang sangat besar dan prospek perdamaian yang masih jauh dari jangkauan.
Upaya diplomatik dan tekanan internasional tetap diperlukan untuk mengakhiri siklus kekerasan ini dan membuka jalan bagi solusi yang dapat menjamin keamanan dan kesejahteraan bagi rakyat Israel dan Palestina. Pembunuhan tokoh seperti Al-Issa hanyalah salah satu bagian dari dinamika konflik yang lebih luas dan rumit yang membutuhkan pendekatan strategis dan berimbang dari semua pihak terkait.
Leave a Reply