Dalam sejarah keuangan internasional, perubahan komposisi cadangan devisa global selalu menjadi cerminan dinamika geopolitik, ekonomi, dan kepercayaan pasar. Selama dua dekade terakhir, dolar Amerika Serikat (AS) mendominasi sebagai pilar utama cadangan devisa dunia, diikuti oleh euro yang sejak kelahirannya pada 1999 menjadi simbol kekuatan ekonomi Eropa. Namun, tahun 2025 menandai titik balik penting: untuk pertama kalinya, emas melampaui euro sebagai aset cadangan terbesar kedua di dunia, hanya kalah dari dolar AS. Fenomena ini bukan sekadar perubahan statistik, melainkan sinyal pergeseran fundamental dalam cara negara-negara memandang stabilitas dan perlindungan nilai di tengah ketidakpastian global.

Mengapa Bank Sentral Beralih ke Emas?

Lonjakan Permintaan dan Data Terkini

Menurut laporan Bank Sentral Eropa (ECB), pada 2024 porsi emas dalam cadangan resmi global naik menjadi sekitar 19–20%, meningkat tajam dari 16,5% pada 2023. Pada saat yang sama, porsi euro turun menjadi 16%, sementara dolar AS masih mendominasi dengan sekitar 46–47%. Kenaikan ini didorong oleh pembelian besar-besaran bank sentral, terutama dari negara berkembang dan emerging markets yang khawatir terhadap risiko sanksi, inflasi, dan potensi penurunan peran mata uang utama dalam sistem moneter internasional.

“Bank sentral di seluruh dunia kini menyimpan lebih banyak emas, menjadikannya aset cadangan global terbesar kedua setelah dolar AS pada 2024,” — Laporan ECB, Juni 2025.

Faktor Pendorong: Geopolitik, Inflasi, dan Diversifikasi

Titik balik utama terjadi sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, yang memicu ketidakpastian geopolitik dan lonjakan inflasi global. Negara-negara seperti Tiongkok, India, Turki, dan Rusia mempercepat akumulasi emas untuk mengurangi eksposur terhadap sanksi Barat dan fluktuasi dolar AS. Emas dipilih karena sifatnya yang bebas risiko kredit, tidak terikat pada kebijakan satu negara, serta terbukti tahan terhadap erosi nilai akibat inflasi dan krisis ekonomi.

Selain itu, volatilitas pasar akibat perubahan kebijakan perdagangan AS dan ketidakpastian ekonomi global memperkuat persepsi emas sebagai safe haven—aset perlindungan di tengah badai ketidakpastian. Data menunjukkan, lebih dari 20% permintaan emas dunia kini berasal dari bank sentral, naik signifikan dari hanya sekitar 10% pada dekade 2010-an.

Emas vs Euro: Analisis Perbandingan

Aspek Emas Euro
Nilai Intrinsik Tinggi, tidak terikat pada negara Tidak ada nilai intrinsik, berbasis kepercayaan dan ekonomi kawasan
Risiko Kredit Tidak ada Ada, tergantung stabilitas ekonomi dan politik Eropa
Ketahanan Inflasi Sangat baik, terbukti selama berabad-abad Rentan terhadap inflasi kawasan
Likuiditas Tinggi, diterima global Tinggi, tapi terbatas di luar Eropa
Volatilitas Harga Tinggi (beberapa tahun terakhir) Fluktuatif, tapi cenderung stabil
Peran Geopolitik Netral, tidak bisa disanksi Rentan sanksi dan tekanan politik
Kontribusi Cadangan 19–20% (2024–2025) 16% (2024–2025)

Sumber: ECB, WGC, OMFIF, Financial Times

Implikasi bagi Sistem Keuangan Global

Diversifikasi dan Manajemen Risiko

Perubahan ini mencerminkan strategi diversifikasi yang semakin agresif oleh bank sentral. Dalam teori manajemen portofolio modern, diversifikasi aset cadangan bertujuan mengurangi risiko sistemik dan volatilitas nilai tukar. Emas, dengan karakteristiknya yang unik, menjadi pelengkap ideal bagi portofolio yang sebelumnya didominasi aset berbasis mata uang seperti dolar AS dan euro.

Mengurangi Ketergantungan pada Mata Uang Barat

Negara-negara berkembang kini lebih waspada terhadap risiko sanksi dan pembekuan aset yang dapat dilakukan oleh negara-negara Barat. Emas, yang tidak terikat pada sistem keuangan negara manapun, menawarkan perlindungan dari risiko politik dan ekonomi tersebut. Langkah ini juga memperkuat kedaulatan moneter negara-negara yang selama ini merasa terpinggirkan dalam sistem keuangan global berbasis dolar dan euro.

Tantangan Baru bagi Euro

Penurunan porsi euro dalam cadangan devisa global menjadi sinyal peringatan bagi kawasan Eropa. Selain tantangan ekonomi internal seperti fragmentasi fiskal dan pertumbuhan yang melambat, euro kini menghadapi persaingan dari aset non-mata uang seperti emas yang dianggap lebih stabil dan netral secara geopolitik. Upaya Eropa untuk memperkuat peran euro di panggung global harus diimbangi dengan reformasi struktural dan peningkatan kepercayaan pasar internasional.

Dolar AS: Masih Raja, Tapi Terancam?

Dolar AS tetap menjadi pilar utama dengan porsi sekitar 46–47% dari total cadangan global. Namun, tren penurunan pangsa dolar secara perlahan menunjukkan adanya pergeseran kepercayaan dan keinginan negara-negara untuk mengurangi ketergantungan pada satu mata uang. Emas, dalam konteks ini, bukan hanya menggeser euro, tapi juga menjadi “ancaman senyap” bagi dominasi dolar dalam jangka panjang.

Studi Kasus: Tiongkok, Rusia, dan Negara Berkembang

  • Tiongkok: Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok secara konsisten menambah cadangan emasnya sebagai bagian dari strategi dedolarisasi dan diversifikasi. Langkah ini juga sejalan dengan upaya memperkuat yuan sebagai mata uang internasional.
  • Rusia: Setelah terkena sanksi Barat, Rusia mempercepat konversi cadangan devisanya ke emas dan yuan, mengurangi eksposur terhadap dolar dan euro.
  • Turki & India: Kedua negara ini juga meningkatkan kepemilikan emas sebagai respons terhadap volatilitas mata uang domestik dan risiko eksternal.

“Hampir sepertiga dari semua bank sentral dunia berencana untuk meningkatkan cadangan emas mereka pada 2024,” — Laporan Atlantic Council.

Apa Artinya untuk Masa Depan?

Bagi Bank Sentral dan Pembuat Kebijakan

  • Diversifikasi Portofolio: Bank sentral perlu terus menyesuaikan komposisi cadangan devisa mereka, mempertimbangkan risiko geopolitik, inflasi, dan volatilitas pasar.
  • Penguatan Manajemen Risiko: Implementasi praktik terbaik dalam manajemen portofolio, termasuk penggunaan analisis kuantitatif dan monitoring risiko secara real-time, menjadi semakin penting.
  • Kemandirian Moneter: Negara-negara berkembang dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat kedaulatan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Barat.

Bagi Investor dan Pelaku Pasar

  • Emas sebagai Aset Strategis: Lonjakan permintaan dari bank sentral dapat mendorong harga emas lebih tinggi, menjadikannya aset strategis untuk lindung nilai dan diversifikasi investasi.
  • Waspada Volatilitas: Meski emas menawarkan perlindungan nilai, volatilitas harga tetap menjadi risiko yang harus dikelola, terutama dalam jangka pendek.

Untuk Sistem Keuangan Global

  • Menuju Sistem Multi-Aset: Dominasi tunggal dolar AS semakin terancam oleh diversifikasi besar-besaran ke emas dan, dalam jangka panjang, potensi munculnya aset cadangan baru seperti yuan digital atau mata uang berbasis teknologi.
  • Stabilitas vs. Ketidakpastian: Sementara diversifikasi meningkatkan ketahanan sistem keuangan global, perubahan cepat dalam komposisi cadangan devisa juga dapat memicu volatilitas dan ketidakpastian baru jika tidak dikelola dengan baik.

Kesimpulan: Momentum Emas, Tantangan Baru bagi Tata Kelola Global

Kenaikan emas sebagai aset cadangan terbesar kedua di dunia menandai babak baru dalam sejarah keuangan internasional. Di tengah ketidakpastian geopolitik, inflasi yang membandel, dan fragmentasi ekonomi global, emas kembali ke panggung utama sebagai simbol kepercayaan dan perlindungan nilai. Bagi bank sentral, investor, dan pembuat kebijakan, fenomena ini adalah panggilan untuk memperkuat strategi diversifikasi, meningkatkan manajemen risiko, dan membangun sistem keuangan yang lebih resilien terhadap guncangan global.

Langkah selanjutnya? Bank sentral perlu terus memantau dinamika pasar, memperbarui kebijakan cadangan devisa, dan memanfaatkan peluang dari perubahan lanskap global ini. Bagi pembaca dan pelaku pasar, memahami tren ini adalah kunci untuk mengambil keputusan investasi dan kebijakan yang lebih cerdas di era penuh ketidakpastian.

“Emas telah membuktikan dirinya sebagai pelindung nilai di saat badai. Kini, dunia kembali menaruh kepercayaan padanya—bukan hanya sebagai logam mulia, tapi sebagai fondasi baru stabilitas global.”


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *