Pada pertengahan 2025, Universitas Harvard, salah satu institusi pendidikan paling bergengsi di dunia, mendapati dirinya berada di pusat badai politik dan hukum setelah pemerintah Amerika Serikat secara resmi menuduh kampus ini melakukan pelecehan dan diskriminasi sistemik terhadap mahasiswa dan staf Yahudi. Tuduhan ini datang dari Gugus Tugas Nasional untuk Memerangi Antisemitisme, bentukan pemerintahan Presiden Donald Trump, yang menyelesaikan investigasi mendalam terkait dugaan pelanggaran hak-hak sipil di lingkungan Harvard sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada Oktober 2023.
Temuan Investigasi: Pola Diskriminasi dan Pembiaran
Laporan setebal 57 halaman yang dirilis Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS) menyimpulkan bahwa Harvard, dalam banyak kasus, bersikap “acuh tak acuh secara sengaja” dan bahkan menjadi “partisipan aktif” dalam pelecehan anti-Semit terhadap mahasiswa, dosen, dan staf Yahudi. Temuan utama laporan tersebut meliputi:
- Mayoritas mahasiswa Yahudi melaporkan mengalami diskriminasi, bias negatif, dan pelecehan di kampus. Sekitar seperempat dari mereka mengaku merasa tidak aman secara fisik di lingkungan Harvard.
- Insiden nyata seperti serangan fisik, pelecehan verbal, penempelan stiker anti-Semit, hingga pengucilan dari ruang-ruang kampus terjadi secara berulang.
- Aksi protes pro-Palestina yang berlangsung setelah serangan 7 Oktober 2023 dinilai telah memperburuk situasi, dengan sebagian demonstran menyerukan kekerasan dan menghalangi akses mahasiswa Yahudi ke fasilitas kampus.
- Proses disiplin internal Harvard dinilai tidak konsisten dan terlalu lunak, bahkan terhadap pelaku kekerasan atau ujaran kebencian. Hanya sebagian kecil pelaku yang benar-benar dikenai sanksi, dan tidak ada yang diskors secara permanen.
Gugus tugas federal menegaskan bahwa Harvard telah melanggar Title VI Undang-Undang Hak Sipil 1964, yang mewajibkan institusi penerima dana federal untuk melindungi mahasiswa dari diskriminasi berdasarkan ras, agama, atau asal negara.
Dampak Langsung: Ancaman Pemutusan Dana Federal dan Sanksi Administratif
Sebagai konsekuensi dari temuan ini, pemerintah AS mengancam akan mencabut seluruh pendanaan federal untuk Harvard, yang nilainya mencapai hampir 3 miliar dolar AS sejak 2023. Selain itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) juga telah mencabut izin Harvard untuk menerima mahasiswa asing melalui Student and Exchange Visitor Program (SEVP), memaksa ribuan mahasiswa internasional untuk mencari kampus lain atau kehilangan status legal mereka di AS.
“Kegagalan untuk segera melakukan perubahan yang diperlukan akan menyebabkan hilangnya seluruh pendanaan federal dan berdampak jangka panjang pada hubungan Harvard dengan pemerintah,” demikian isi surat resmi dari gugus tugas federal kepada Presiden Harvard, Alan Garber.
Keputusan ini juga berdampak pada reputasi Harvard sebagai pusat akademik global dan memperkuat tekanan pada universitas-universitas lain untuk lebih serius menangani isu antisemitisme di lingkungan kampus.
Respons Harvard: Bantahan, Reformasi, dan Tuntutan Hukum
Pihak Harvard membantah keras tuduhan pemerintah. Dalam pernyataannya, Harvard menegaskan telah melakukan “langkah-langkah proaktif dan substansial” untuk mengatasi antisemitisme dan memperbaiki iklim kampus. Kampus ini mengklaim telah memperkuat kebijakan disiplin, memperluas pelatihan anti-bias, dan membentuk gugus tugas internal untuk memantau serta melaporkan insiden diskriminasi.
“Harvard jauh dari sikap acuh tak acuh dalam isu ini dan sangat tidak setuju dengan temuan pemerintah. Kami tetap berkomitmen memastikan komunitas Yahudi dan Israel merasa diterima, dihormati, dan mampu berkembang di Harvard,” ujar juru bicara Harvard.
Selain itu, Harvard juga menggugat pemerintah AS, menuduh sanksi tersebut bermotif politik dan melanggar prinsip kebebasan akademik serta kebebasan berbicara. Harvard menilai pemerintah belum menunjukkan hubungan rasional antara isu antisemitisme dan penghentian dana penelitian yang krusial bagi kemajuan sains dan teknologi nasional.
Studi Kasus dan Pengalaman Mahasiswa Yahudi
Pengalaman nyata mahasiswa Yahudi di Harvard mempertegas masalah yang dihadapi. Dalam laporan internal Harvard tahun 2025, hampir 60% mahasiswa Yahudi mengaku pernah mengalami diskriminasi, stereotip, atau bias negatif di kampus. Beberapa mahasiswa melaporkan menjadi sasaran fitnah sebagai “pembunuh” atau “penjajah”, serta mengalami intimidasi fisik dan verbal saat menyuarakan pandangan terkait Israel.
Salah satu kasus yang menonjol adalah penolakan terhadap seorang mahasiswa Yahudi yang ingin membagikan kisah kakeknya, penyintas Holocaust, dalam sebuah konferensi. Panitia menilai cerita tersebut “tidak pantas” dan menertawakannya, menganggap kisah itu sebagai pembenaran penindasan. Di sisi lain, kelompok pro-Hamas yang mempromosikan antisemitisme tetap diakui dan didanai oleh kampus.
Analisis: Antara Perlindungan Hak Sipil dan Kebebasan Akademik
Kasus Harvard membuka diskusi luas tentang batas antara kebebasan berbicara, aksi protes politik, dan perlindungan hak-hak minoritas di kampus. Pemerintah AS menegaskan bahwa perlindungan mahasiswa Yahudi adalah kewajiban hukum, bukan sekadar pilihan moral. Namun, Harvard dan banyak akademisi menilai intervensi pemerintah berpotensi membungkam kebebasan akademik dan memperburuk polarisasi di lingkungan pendidikan tinggi.
Kasus ini juga memicu gelombang gugatan hukum serupa di universitas lain, seperti Columbia dan New York University, yang telah menyelesaikan kasus mereka dengan memperkuat perlindungan bagi mahasiswa Yahudi.
Penutup: Implikasi Jangka Panjang bagi Dunia Akademik
Tuduhan pelecehan anti-Semit di Harvard dan respons keras pemerintah AS menjadi preseden penting dalam penegakan hak-hak sipil di kampus Amerika. Di tengah meningkatnya tensi global terkait konflik Israel-Palestina, universitas-universitas dituntut untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan nyata bagi kelompok minoritas.
Bagaimana Harvard dan pemerintah AS menyelesaikan krisis ini akan menjadi tolok ukur baru bagi dunia akademik, baik dalam hal kebijakan internal maupun hubungan antara universitas dan negara. Satu hal yang pasti, perdebatan tentang antisemitisme, kebebasan akademik, dan hak-hak sipil di kampus akan terus menjadi isu sentral dalam lanskap pendidikan tinggi Amerika Serikat.
Leave a Reply