
Armenia Mengisyaratkan Akan Meninggalkan Aliansi Militer Pimpinan Rusia
Gambaran Situasi Politik Terkini Armenia
Dalam beberapa minggu terakhir, sorotan dunia internasional tertuju pada langkah politik Armenia yang mulai memberi sinyal akan berpisah dari aliansi militer Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin oleh Rusia. Sikap pemerintah Yerevan ini tidak hanya merefleksikan perubahan kebijakan luar negeri, tetapi juga menguji ketahanan geopolitik kawasan Kaukasus.
Krisis Kepercayaan terhadap CSTO
Keputusan Armenia mempertimbangkan keluar dari CSTO tentu tak diambil dalam ruang hampa. Sejak intensitas konflik di Nagorno-Karabakh memuncak dan Azerbaijan melancarkan operasi militer pada 2023, pemerintah Armenia mendapati CSTO tidak bertindak tegas dalam melindungi anggota aliansinya. Perdana Menteri Nikol Pashinyan, dalam berbagai kesempatan, menyebut CSTO “gagal memenuhi perannya” di saat Armenia membutuhkan perlindungan. “Ketiadaan aksi nyata CSTO ketika Armenia berada di bawah ancaman adalah sinyal paling jelas bahwa aliansi ini sudah tidak lagi relevan dengan kepentingan keamanan nasional kami,” ujar Pashinyan dalam wawancara dengan France24, Mei 2024.
Ilustrasi nyata kegagalan CSTO juga terpotret saat Armenia meminta dukungan militer pada 2022, namun sekutu-sekutunya di CSTO lebih banyak diam. Sementara itu, Rusia, sebagai motor penggerak CSTO, sibuk dengan urusan invasi ke Ukraina yang semakin menguras sumber daya dan perhatian Moskow.
Pergeseran Poros Geopolitik
Langkah Armenia yang semakin menjauh dari Rusia adalah respons logis atas serangkaian peristiwa di kawasan. Dari sisi domestik, suara publik semakin kritis terhadap dominasi Rusia, terutama setelah kegagalan perlindungan dari CSTO. Sebuah survei Laporan Kaukasus 2024 menunjukkan 48% warga Armenia memandang hubungan dengan Moskow tidak lagi menguntungkan, berbanding terbalik dengan 32% pada tahun 2020.
Armenia kini terlihat makin terbuka pada kerja sama dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Selain kunjungan pejabat tinggi Eropa ke Yerevan, realita bantuan kemanusiaan dan ekonomi dari Barat makin besar. Dalam wawancara dengan BBC, Menteri Luar Negeri Armenia, Ararat Mirzoyan, menegaskan, “Kami tak ingin terjebak menjadi pion geopolitik. Saat negara-negara tetangga bertindak agresif dan CSTO hanya jadi penonton, kami harus pikirkan strategi ketahanan baru.”
Contoh dan Studi Kasus: Negara Kecil Melawan Hegemoni
Dinamika Armenia ini bukan tanpa preseden. Negara-negara Eropa Timur pasca-Perang Dingin seperti Georgia dan Ukraina sudah terlebih dahulu berusaha melepaskan diri dari cengkeraman aliansi yang didominasi Rusia. Hasilnya memang tidak selalu mulus—lihat kasus invasi Rusia ke Ukraina—namun keberanian mengambil risiko jadi simbol upaya menentukan nasib sendiri. Studi kasus ini relevan bagi Armenia, yang saat ini juga mencoba membangun kemitraan pertahanan dengan Prancis dan memperluas dialog ke komunitas Eropa-internasional.
Tantangan Berat di Depan Mata
Keputusan radikal meninggalkan CSTO bukan tanpa konsekuensi. Rusia masih menguasai basis militer strategis di Gyumri dan sudah sejak lama Armenia sangat bergantung pada Rusia dalam hal energi serta logistik. Para analis memperingatkan, setiap pemutusan hubungan secara tiba-tiba sangat berisiko memicu tekanan ekonomi dan diplomatik dari Moskow.
Namun, pemerintah Armenia tampaknya telah menyiapkan mitigasi. Mulai dari eksplorasi sumber energi alternatif, teknologi pertahanan baru, hingga memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara blok barat. “Realitas geopolitik telah berubah. Risiko ada di mana-mana, dan Armenia tak bisa lagi mengandalkan jaring pengaman yang rapuh,” kata Richard Giragosian, Direktur Regional Studies Center di Yerevan, kepada Reuters.
Prediksi Masa Depan Aliansi dan Reposisi Kawasan
Langkah Armenia juga menyulut diskusi lebih luas tentang masa depan CSTO sendiri. Pengamat di lembaga think tank seperti International Crisis Group memperkirakan, jika Armenia benar-benar keluar, kepercayaan negara anggota lain seperti Kazakhstan dan Kyrgyzstan pada CSTO pun semakin merosot. Ini bisa mempercepat fragmentasi kawasan Eurasia dan mengubah peta kemanan di perbatasan Uni Eropa.
Bagi Armenia, keberanian mencari orientasi baru di tengah tekanan besar menunjukkan dinamika politik kawasan yang berubah cepat. Pilihan berat harus diambil di tengah pertarungan pengaruh antara Rusia, Barat, dan kekuatan regional seperti Turki. Akankah Armenia berhasil menjadi contoh berhasilnya negara kecil keluar dari bayang-bayang kekuatan besar? Hanya waktu yang bertutur, namun geliat ini hanyalah permulaan bab politik Kaukasus yang lebih menegangkan dan berwarna.
Artikel ini didukung oleh sponsor games online Dahlia77. Untuk informasi dan hiburan lebih lanjut, kunjungi Dahlia77