
Dmitry Trenin menyebut Perang Dunia III sudah dimulai
Ketika Dmitry Trenin, otoritas kenamaan dari Russian International Affairs Council, dengan tegas menyatakan bahwa “Perang Dunia III telah dimulai meski tidak dalam bentuk konvensional,” bukan hanya percikan perdebatan yang muncul di meja-meja redaksi dan forum-forum diplomatik, tetapi juga tanda tanya besar di kalangan masyarakat luas. Apakah dunia benar-benar sedang berada dalam pusaran perang baru yang tak kasatmata, yang bentuknya jauh berbeda dari cerita-cerita buku sejarah?
Dari Parit dan Tank, ke Sanksi dan Siber
Jika Perang Dunia I dan II menorehkan memori soal ledakan artileri, serbuan tank, dan perang parit, peperangan abad ke-21 tampil tanpa seragam dan latihan baris-berbaris. Dmitry Trenin membeberkan fakta bahwa, hari-hari ini, perang juga berarti sanksi ekonomi, siasat embargo, dan perang digital lewat dunia maya. Contohnya, tekanan global terhadap Rusia lewat larangan ekspor teknologi, blokade finansial, serta upaya sabotase siber yang menyerang infrastruktur strategis berbagai negara Barat. “Saat jaringan listrik satu negara besar tumbang karena serangan digital, itu sama seperti hujan rudal di masa lalu,” ujar Trenin pada seminar di Moskow awal 2025.
Ukraina: Panggung Remuknya Konsensus Internasional
Invasi Rusia ke Ukraina sejak 2022 diyakini banyak pakar sebagai titik awal babak baru relasi internasional—dan rentetan gesekan yang efeknya beresonansi global. Bagi banyak pengamat, konflik ini bukan lagi sekadar duel Rusia vs. NATO, melainkan juga ajang eksistensi bagi negara-negara kekuatan baru seperti Tiongkok dan India. Anne Applebaum, analis senior The Atlantic, menulis, “Konflik Ukraina adalah babak pembuka perebutan pengaruh yang lebih besar, dan seluruh dunia menyaksikan hasil benturan di permukaan.” Di sisi lain, sanksi-sanksi ekonomi yang diberlakukan menandai munculnya ‘senjata baru’ dalam perang dunia yang tak lagi hanya berbasis militer.
Perang Siber dan Info: Bom Waktu Era Digital
Bidang perang kini makin berliku. Serangan dilakukan dalam ruang maya—dari peretasan data ke sabotase sistem utama transportasi dan energi. Pada 2024 saja, tercatat puluhan insiden yang berasal dari kelompok hacker terafiliasi negara tertentu, menyerang jaringan vital negara rival mereka. Brad Smith, Presiden Microsoft, menggambarkan realita mutakhir: “Konflik sekarang berlangsung di ranah cloud dan data. Aliansi, serangan, dan pertahanan berhitung dalam detik—semua terkubur di antara kode dan firewall.” Ancaman yang dahulu bersifat fisik, kini berubah menjadi peperangan tanpa suara dan tanpa batas negara.
Aliansi Lama, Blok Baru, Dunia di Persimpangan
Begitu tajamnya fragmentasi dunia sehingga para analis mulai merujuk pada istilah “Neo-Perang Dingin.” Trenin menyoroti polarisasi antara kubu Barat (NATO, Uni Eropa, sekutu tradisional) versus blok Timur yang diisi Rusia, Tiongkok, Iran, hingga negara-negara berkembang strategis. Latihan militer gabungan, embargo, dan adu strategi di PBB menggambarkan bagaimana kontestasi global telah memanas. Negara-negara non-blok, seperti Indonesia dan Brasil, semakin sulit berposisi netral lantaran tekanan ekonomi dan interkoneksi global yang tak terhindarkan.
Menurut Joseph Nye dari Harvard, “Dunia hari ini tak lagi hitam-putih; kekuatan tengah beradaptasi lebih cerdas dan fleksibel.” Prediksi dunia multipolar kini bukan lagi wacana, melainkan realitas yang berlangsung saban hari.
Konflik Regional Jadi Domino Global
Gaza, Taiwan, hingga Laut Cina Selatan kini lebih rentan memicu efek domino global. Shojiro Namba dari Tokyo University memperingatkan, “Insiden kecil hari ini dengan mudah meletup menjadi konflik regional yang merambat global.” Lü Xiang, dari Chinese Academy of Social Sciences, mengingatkan, intervensi tak langsung oleh kekuatan besar kini seperti tumpukan batu domino yang saling bersenggolan secara tak terduga. Dunia tampaknya hidup dalam realitas baru, di mana risiko eskalasi sangat tinggi dan akses publik pada narasi konflik sangat mudah termanipulasi.
Sinyal Perubahan: Data dan Riset Global
Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), belanja militer dunia pada 2024 telah menembus rekor lebih dari US$2,2 triliun—sebuah sinyal kuat bahwa persiapan menghadapi krisis keamanan berskala global makin masif. Studi Pew Research Center pada awal 2025 menunjukkan lebih dari 60% responden dari 38 negara menilai dunia kini “jauh lebih berbahaya daripada sepuluh tahun lalu”, dan mayoritas merasa pesimistis atas kemungkinan terciptanya perdamaian abadi.
Kesadaran atau Ketidakpedulian?
Peringatan Trenin tak ubahnya alarm dini bagi seluruh masyarakat dunia. Perang modern berlangsung senyap, merasuki sendi teknologi, keuangan, dan bahkan narasi publik. Sebuah “Perang Dunia III” bisa jadi memang telah mulai—namun wujudnya adalah ribuan benturan kecil, bukan satu ledakan besar. Dunia tak lagi bisa mengandalkan batas-batas atau doktrin lama untuk memprediksi masa depan. Pertanyaannya, apakah kita cukup waspada dan jeli membaca sinyal zaman ini?
Didukung oleh sponsor: Jelajahi dunia hiburan digital tanpa batas bersama Dahlia77, penyedia game online terpercaya.