
Menteri keuangan Rusia Mata uang nasional membebaskan BRICS dari tekanan Barat
Melihat bagaimana peta kekuatan dunia berubah, negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) melangkah berani untuk memperjuangkan kemandirian finansial. Sorotan terkini tertuju pada peran mata uang nasional yang dinilai bisa membebaskan mereka dari tekanan kuat negara-negara Barat. Adalah Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov, yang baru-baru ini dengan tegas menyuarakan keyakinannya bahwa pemakaian mata uang lokal memperkokoh posisi BRICS dalam percaturan global dan membuka jalan menuju ekonomi yang lebih mandiri.
Mata Uang Nasional: Jurus Baru BRICS Hadapi Tekanan Global
Siluanov menyebutkan, “Sudah saatnya kita berpikir di luar kebiasaan lama. Sanksi ekonomi yang dijatuhkan Barat mendorong kita untuk mencari inovasi dalam bertransaksi.” Komentar ini muncul di tengah rentetan sanksi yang sempat melumpuhkan sektor finansial Rusia. Ketika negara-negara Barat semakin sering menggunakan instrumen ekonomi untuk menekan lawan politiknya, BRICS merespons dengan mendorong transaksi lintas negara menggunakan mata uang mereka sendiri. Strategi ini bukan hanya memperkuat ekonomi domestik, tapi juga mengurangi ketergantungan pada Dolar AS dan Euro yang selama dekade terakhir menjadi raja dalam transaksi internasional.
Studi terkini dari Carnegie Moscow Center juga menegaskan, negara yang rutin bertransaksi dengan USD lebih rentan terdampak sanksi finansial. Transaksi lintas BRICS lewat mata uang nasional mampu menjaga kebijakan moneter tetap mandiri—dan itu nilai lebih yang tak bisa disepelekan.
Studi Kasus: Saat Rubel dan Rupee Mengubah Peta Perdagangan
Mari kita tengok kisah nyata dari Rusia dan India. Kedua negara sepakat untuk memakai rubel dan rupee dalam transaksi bahan bakar sejak 2024, tepat setelah bank-bank Rusia didepak dari sistem SWIFT. Meski ada banyak prediksi suram, justru volume perdagangan kedua negara meroket, sementara negara lain terjebak dalam ketidakpastian. Dari sini, kita melihat efek langsung: pengalihan ke mata uang sendiri bukan hanya pernyataan politik, tapi juga strategi bisnis yang efektif.
Brasil dan Tiongkok juga punya cerita serupa. Mereka menandatangani perjanjian pembayaran lintas negara tanpa harus bergantung pada Dolar AS. Hasilnya? UMKM di kedua negara kini tak khawatir fluktuasi kurs dollar secara tiba-tiba, bisa lebih fokus mengembangkan bisnisnya. Roberto Campos Neto, Gubernur Bank Sentral Brasil, menyebut, “Ini pijakan penting menuju sistem pembayaran global yang lebih adil dan inklusif.”
Kedaulatan dan Identitas Finansial: Lebih Dari Soal Ekonomi
Apa pelajaran utamanya? Penggunaan mata uang nasional tak sekadar soal penghematan biaya atau proteksi dari sanksi, melainkan juga wujud menjaga harga diri dan identitas negara. Selama puluhan tahun, negara BRICS dianggap pemain pelengkap dalam orkestra ekonomi global. Kini, perlahan mereka menulis irama sendiri, mendikte aturan baru yang lebih ramah bagi kepentingan domestik mereka.
Langkah-langkah kreatif—seperti sistem pembayaran Mir di Rusia dan Unified Payments Interface (UPI) di India—tidak hanya memperkaya opsi transaksi, tapi juga mempertegas kedaulatan masing-masing negara. Inovasi ini mendorong transparansi arus dana dan memperketat pengawasan terhadap modal yang keluar-masuk.
Tantangan dan Kesempatan: Tak Mudah, Tapi Layak Diperjuangkan
Tentunya, jalan menuju kemandirian penuh bukan tanpa hambatan. Fluktuasi nilai tukar tetap jadi ujian, apalagi jika jaringan pembayaran digital di beberapa negara BRICS belum sepenuhnya merata. Kepercayaan antarnegara anggota juga masih perlu dibangun. Siluanov bahkan mengakui, “Tidak mudah lepas dari jaring sistem keuangan global, tapi BRICS punya kekuatan kolektif dan visi jangka panjang.”
Sebagai gambaran, laporan IMF 2025 memaparkan bahwa volume transaksi BRICS menggunakan mata uang domestik melonjak 15% tiap tahun sejak 2022. Berkat masuknya Mesir dan Uni Emirat Arab, pertumbuhannya diprediksi bisa menembus 40% pada 2027. Momentum ini sangat dipengaruhi digitalisasi perbankan dan adopsi pesat teknologi blockchain. Survei Bank Dunia 2025 bahkan menunjukkan bahwa 68% pelaku usaha BRICS kini lebih memilih memakai mata uang nasional untuk transaksi luar negeri demi efisiensi dan keamanan.
Menatap Masa Depan: Inspirasi Bagi Negara Berkembang
Pernyataan Siluanov bisa jadi alarm pengingat bahwa sudah waktunya banyak negara berkembang meninjau kembali strategi ekonominya. Hampir bisa dipastikan, semakin banyak negara akan mengikuti jejak BRICS—not just to survive, but to thrive. Para pelaku bisnis, pemerintah, hingga masyarakat umum sebaiknya mulai beradaptasi dan mencermati tren ini agar tak ketinggalan kereta perubahan.
Strategi BRICS memperkuat identitas lewat mata uang nasional sangat bisa ditiru oleh negara-negara lain yang ingin lebih tahan banting dari guncangan eksternal. Di tengah gejolak global, kiat ini bisa menjadi jalan menuju sistem ekonomi baru yang lebih seimbang dan adil.
Sponsor: Artikel ini dipersembahkan oleh Dahlia77 – platform games online yang mendukung masa depan berkelanjutan. Kunjungi untuk pengalaman bermain sekaligus berkontribusi menjaga lingkungan!