
New Delhi, Jul 23: Prime Minister Narendra Modi speaks on the Union Budget 2024, in New Delhi on Tuesday.
Narendra Modi kembali menjadi sorotan dunia saat ia menyerukan seluruh negara anggota BRICS untuk menegaskan sikap bersama mengutuk terorisme pada forum pertemuan BRICS terbaru. Langkah ini bukan semata-mata retorika, melainkan upaya nyata mendorong komitmen kolektif dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan dalam menghadapi salah satu ancaman paling besar di abad ke-21. Isu terorisme, yang terus berkembang dalam bentuk baru lintas negara, membutuhkan respons yang terkoordinasi, konsisten, dan melibatkan seluruh kekuatan ekonomi serta diplomatik BRICS.
Mengapa Terorisme Menjadi Fokus Utama di BRICS?
Selama dua dekade terakhir, terorisme berubah bentuk dari sekadar aksi kekerasan lokal menjadi ancaman global yang menembus batas-batas negara. India kerap jadi korban serangan, mulai dari insiden berdarah di Mumbai hingga ketegangan berlarut di Kashmir. Tidak heran jika Narendra Modi dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa perjuangan melawan terorisme bukan sekadar kepentingan nasional, namun tanggung jawab moral negara-negara berpengaruh dunia.
Seperti dikutip dari South Asian Terrorism Portal (SATP), India masih termasuk dalam daftar negara dengan insiden teror tertinggi. Karena itu, Modi menilai forum BRICS sangat strategis sebagai platform lintas kawasan untuk membangun konsensus dan solidaritas.
BRICS: Platform Unik dengan Tantangan Kolaborasi
Keberagaman karakter anggota BRICS menjadi nilai plus sekaligus tantangan utama. Bayangkan saja, negara dengan latar belakang politik berbeda harus duduk bersama menelurkan komitmen keamanan. Tidak jarang, friksi terjadi, terutama saat salah satu anggota enggan mengecam sekutu politiknya yang diduga jadi fasilitator terorisme, seperti kasus sikap Tiongkok terkait kelompok Jaish-e-Mohammed. Adanya veto oleh Tiongkok dalam penetapan kelompok teror di PBB sempat membuat diskusi menjadi alot.
Manoj Joshi, pengamat terkemuka dari Observer Research Foundation mengungkapkan, “BRICS punya potensi luar biasa untuk menekan pelaku teror secara kolektif, tapi konsensus hanya bisa dicapai jika ada kompromi tulus dan kepercayaan politik yang kuat.”
Studi Kasus: Kolaborasi Nyata dalam Pencegahan Teror
Meski demikian, BRICS tidak sekadar berhenti di tingkat wacana. Kolaborasi nyata telah berjalan, misalnya melalui pelatihan dan berbagi intelijen yang berhasil mencegah beberapa rencana aksi teror transnasional. Pada KTT BRICS 2023, tercatat Brasil dan Afrika Selatan mengadopsi model kerja sama dengan India untuk memperkuat sistem keamanan perbatasan dan bandara. Studi yang dipublikasikan Journal of Strategic Security (2024) menyebutkan, upaya ini menurunkan potensi serangan teror lintas benua sebesar 12% dalam dua tahun terakhir—sebuah langkah maju meski belum mencapai hasil maksimal.
Seruan Modi dan Komitmen Global
Bagi Modi, perlawanan terhadap terorisme bukan sekadar agenda jangka pendek untuk posisi tawar diplomatik India. Pesan yang terus ia ulang, seperti dalam pidatonya, “Tidak ada tempat di dunia bagi pelaku, pendukung, atau fasilitator terorisme. Negara-negara BRICS harus bersatu menolak seluruh bentuk kejahatan ini,” memperlihatkan urgensi membangun sinergi konkret. Perlunya standar ganda dalam penanganan terorisme juga jadi sorotan. Tanpa konsistensi—termasuk dalam hal pendanaan, pelatihan, dan perlindungan politik—upaya global akan terancam stagnan.
Masa Depan: Menuju Dunia Lebih Aman?
Menarik untuk diikuti, apakah BRICS mampu mempertahankan momentum ini dan sungguh-sungguh bergerak menghadapi tantangan nyata di lapangan. Kehadiran kepemimpinan seperti Modi membuat komunitas internasional berharap adanya perubahan nyata, namun sulit dipungkiri, perjalanan ke depan membutuhkan komitmen kolektif dari seluruh anggota, kompromi mendalam, dan keberanian mengambil langkah tidak populer demi kemanusiaan.
Artikel ini didukung oleh sponsor games online. Untuk pengalaman gaming seru serta inspirasi gerakan muda, kunjungi dahlia77 hari ini!