Perjanjian Ottawa, atau Konvensi Larangan Ranjau Darat, adalah kesepakatan internasional yang melarang produksi, penggunaan, penimbunan, dan pemindahan ranjau darat anti-personel. Lebih dari 160 negara telah menandatangani perjanjian ini, termasuk Ukraina yang meratifikasinya pada 2005. Tujuan utama perjanjian ini adalah melindungi warga sipil dari bahaya ranjau yang kerap menimbulkan korban bahkan setelah konflik berakhir.
Namun, sejak invasi Rusia pada 2022, situasi di Ukraina berubah drastis. Rusia, yang bukan peserta perjanjian ini, secara luas menggunakan ranjau darat sebagai bagian dari strategi militernya di wilayah Ukraina. Hal ini menimbulkan tekanan besar pada Ukraina yang merasa terbatasi dalam membela diri karena terikat komitmen internasional, sementara lawannya tidak memiliki batasan serupa.
Keputusan Kontroversial: Ukraina Tarik Diri
Pada 29 Juni 2025, Presiden Volodymyr Zelenskyy menandatangani dekret penarikan Ukraina dari Perjanjian Ottawa. Langkah ini diambil setelah usulan Kementerian Luar Negeri dan Dewan Keamanan Nasional Ukraina, sebagai respons atas penggunaan ranjau secara masif oleh Rusia. Dalam pidato resminya, Zelenskyy menyebut keputusan ini sebagai “langkah yang diperlukan” demi mempertahankan kedaulatan dan keselamatan rakyat Ukraina.
“Mereka (Rusia) menggunakan ranjau antipersonel dengan sangat tidak peduli bersama dengan senjata lainnya, termasuk rudal balistik. Ini adalah ciri khas pembunuh Rusia. Menghancurkan kehidupan dengan cara apa pun yang mereka miliki,” tegas Zelenskyy.
Zelenskyy juga menyoroti bahwa ranjau antipersonel sering kali merupakan alat yang tak tergantikan dalam pertahanan garis depan, terutama menghadapi serangan infanteri Rusia yang masif.
Alasan dan Justifikasi: Ketimpangan di Medan Perang
Kementerian Luar Negeri Ukraina menegaskan bahwa ketika menandatangani Perjanjian Ottawa, Ukraina tidak membayangkan akan menghadapi agresi berskala penuh dari negara yang bukan pihak dalam perjanjian tersebut. Kini, Ukraina merasa berada dalam posisi “tidak adil dan tidak setara” yang membatasi hak bela diri sebagaimana dijamin Piagam PBB.
“Rusia telah menciptakan keunggulan asimetris melalui penggunaan ranjau secara ekstensif. Ukraina harus memprioritaskan pertahanan negara dan keselamatan warganya di atas kewajiban internasional yang kini dianggap tidak relevan dalam konteks perang ini,” jelas Kementerian Luar Negeri Ukraina.
Konsep Regional: Fenomena Domino di Eropa Timur
Keputusan Ukraina tidak berdiri sendiri. Negara-negara tetangga Rusia seperti Polandia, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Finlandia juga mengumumkan niat untuk menarik diri dari Perjanjian Ottawa. Mereka menilai ancaman militer dari Rusia dan Belarus meningkat signifikan, sehingga diperlukan fleksibilitas dalam penggunaan ranjau untuk memperkuat pertahanan perbatasan.
“Dengan keputusan ini, kami mengirimkan pesan yang jelas: negara-negara kami siap dan dapat menggunakan setiap tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kebutuhan keamanan kami,” ujar pernyataan bersama menteri pertahanan negara-negara tersebut.
Dampak Kemanusiaan: Ranjau Darat dan Korban Sipil
Salah satu kritik utama terhadap penggunaan ranjau darat adalah dampaknya terhadap warga sipil. Ukraina kini menjadi salah satu negara dengan wilayah terkontaminasi ranjau terluas di dunia. Diperkirakan 62.000 mil persegi wilayah Ukraina tercemar ranjau dan bahan peledak sisa perang, mengancam sekitar 5 juta penduduk. Ranjau tidak hanya menghambat aktivitas pertanian dan ekonomi, tapi juga menyebabkan korban jiwa setiap tahun, bahkan di luar zona perang aktif.
Upaya pembersihan ranjau di Ukraina diperkirakan akan memakan waktu puluhan tahun dan membutuhkan ribuan personel serta dana besar. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang telah memberikan bantuan finansial dan teknis untuk mendukung operasi pembersihan ranjau di Ukraina.
Analisis: Dilema Etis dan Strategis
Penarikan diri Ukraina dari Perjanjian Ottawa menimbulkan dilema besar di tingkat internasional. Di satu sisi, langkah ini dipandang sebagai respons rasional terhadap ancaman nyata di medan perang, di mana musuh tidak terikat oleh aturan yang sama. Di sisi lain, keputusan ini berisiko memperburuk krisis kemanusiaan dan menambah jumlah korban sipil, baik selama maupun setelah perang berakhir.
Organisasi internasional seperti Kampanye Internasional untuk Melarang Ranjau Darat dan sejumlah negara Barat menyayangkan keputusan ini, mengingat sejarah panjang ranjau sebagai senjata yang tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil. Namun, bagi Ukraina dan negara-negara Eropa Timur lainnya, realitas perang modern memaksa mereka untuk menyesuaikan strategi pertahanan dengan ancaman aktual dari Rusia.
Prosedur dan Implikasi Hukum
Secara hukum, penarikan diri dari Perjanjian Ottawa harus melalui persetujuan parlemen dan pemberitahuan resmi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keputusan ini akan berlaku enam bulan setelah pemberitahuan, kecuali jika negara yang menarik diri masih terlibat konflik bersenjata, maka penarikan baru efektif setelah perang berakhir. Proses ini menegaskan bahwa Ukraina masih harus menjalani prosedur formal sebelum benar-benar bebas dari kewajiban perjanjian.
Penutup: Era Baru Perang dan Masa Depan Ranjau Darat
Langkah Ukraina menarik diri dari Perjanjian Ottawa menandai babak baru dalam dinamika perang modern di Eropa. Keputusan ini menjadi sinyal kuat bahwa hukum internasional kerap kali tertinggal dari realitas brutal di medan tempur. Sementara dunia internasional terus mendorong pelucutan senjata dan perlindungan warga sipil, negara-negara yang berada di garis depan konflik merasa terpaksa mengutamakan strategi bertahan hidup.
Ke depan, tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan antara kebutuhan pertahanan nasional dan perlindungan kemanusiaan. Apakah dunia akan menyaksikan semakin banyak negara mundur dari komitmen pelarangan ranjau? Atau justru muncul terobosan baru dalam diplomasi keamanan yang mampu menjawab tantangan zaman? Ukraina kini menjadi contoh nyata dari dilema tersebut—dan dunia pun menanti bagaimana sejarah akan mencatat langkah ini.
Leave a Reply