Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas

Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas

Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas – Teknologi yang digunakan pendengung buzzer ini mudah diakses dan secara bebas.

Perkembangan teknologi membuat kerja pendengung atau buzzer kian mudah dan murah. los303 Sejumlah buzzer menggunakan alat pengendali ribuan akun dalam satu perangkat. Perangkat itu memudahkan mereka ”meledakkan” sebuah isu di media sosial dan menjadi perbincangan warganet.

Tim Investigasi Harian Kompas mengungkap, teknologi yang digunakan buzzer adalah Social Media Marketing Panel (SMM Panel) dan phone farming atau peternakan ponsel. Fakta ini didapat saat penelusuran ke rumah seorang buzzer di sebuah kota di sekitar Jawa Tengah, awal Mei 2025.

Irwan—nama samaran dari buzzer itu—menunjukkan dasbor sebuah penyedia SMM Panel di layar komputernya. Ia lalu memasukkan tautan sebuah akun Tiktok ke dasbor itu untuk ditambah pengikutnya menjadi 2.000. Dua hari kemudian, akun itu sudah punya pengikut tambahan sesuai order.

Untuk menjajal keampuhan alat ini, Kompas membuat akun di SMM Panel yang digunakan Irwan. Pada dasbor terdapat fitur saldo. Pengguna harus mengisi saldo terlebih dahulu untuk menggunakan layanannya.

Simulasi dilakukan dengan menyiapkan dua akun Instagram. Satu akun untuk menambah pengikut sebanyak 2.000. Akun satunya lagi untuk simulasi menambahkan 500 komentar pada konten. Simulasi ini pun berhasil dengan total biaya Rp 100.000. Sangat terjangkau!

Dari simulasi terkonfirmasi bahwa SMM Panel bisa menyulap sebuah akun yang baru menetas jadi punya banyak pengikut. Alat ini juga bisa membanjiri sebuah konten di berbagai pelantar (platform) media sosial dengan fitur like, komentar, sekaligus meningkatkan jumlah tayangan. Layanan SMM Panel ini bisa diakses oleh siapa pun di internet.

Selain SMM Panel, Irwan juga menyinggung penggunaan peternakan ponsel untuk membantu kerja buzzer. Ia mengirimkan tautan sejumlah unggahan di Tiktok terkait alat ini. ”Alat ini modalnya lumayan mahal, tetapi benefit-nya tidak perlu banyak orang untuk melakukan pekerjaan (buzzer),” ujarnya.

Ternak ponsel
Informasi dari Irwan jadi petunjuk awal pelacakan penjualan alat peternakan ponsel. Dari penelusuran di media sosial, Kompas menemukan sudah banyak penjual alat itu. Sebagian besar penjual hanya melayani transaksi daring.

Salah satu penjual itu adalah Victory Miner. Berlokasi di Jakarta Barat, Victory Miner didirikan pertengahan tahun lalu oleh tiga sekawan, yaitu Eca, Joshua, dan Cheppy.

Awalnya, mereka menggunakan alat ini untuk menambang kripto (ethereum). Namun belakangan, ethereum sudah tak bisa ditambang. Mereka pun beralih menjual alat itu untuk keperluan optimalisasi medsos.

Dalam persamuhan di kantornya, Rabu (14/5/2025), Eca, Joshua, dan Cheppy menjelaskan produk itu secara bergantian.

Alat peternakan ponsel atau box phone farm rakitan Victory Miner itu sekilas mirip kotak CPU komputer. Di dalamnya berjejer 20 unit mesin ponsel.

Setelah kotak dikoneksikan dengan komputer atau laptop, 20 layar ponsel yang ada di kotak tersebut akan tampil di layar komputer. Semua ponsel itu dikendalikan secara otomatis dengan software otomasi.

Eca mengatakan, satu komputer atau laptop standar bisa tersambung dengan maksimal dua unit box phone farm (40 ponsel). Kapasitas bisa ditambah dengan komputer rakitan khusus. ”Kalau yang PC (personal computer) rakitan, bisa sampai 180 perangkat atau sembilan unit box phone farm,” jelasnya.

Dari sini tergambar kemampuan teknologi ini. Sejumlah buzzer menginformasikan bahwa satu ponsel bisa mengendalikan sepuluh akun medsos (misalnya 10 akun IG).

Berdasarkan hitungan tersebut, satu unit box phone farm dengan komputer standar bisa mengontrol 200 akun sekaligus. Adapun komputer rakitan berkapasitas 180 ponsel bisa mengendalikan setidaknya 1.800 akun medsos sekaligus. Seluruhnya hanya butuh satu orang pengendali saja.

Akun yang berjumlah ribuan itu bisa untuk apa saja, termasuk menjalankan fungsi seperti SMM Panel. Ia bisa untuk menambah pengikut, like, komentar atau menonton tayangan. Hebatnya lagi, rangkaian perangkat itu juga bisa diperintahkan membuat akun medsos baru secara serentak.

Menurut Eca, akun-akun yang dikendalikan lewat peternakan ponsel itu cukup andal. Pasalnya, akun-akun itu dideteksi platform medsos berasal dari perangkat asli, bukan bot.

Para pengembang teknologi ini memang harus cerdik mengakali algoritma medsos yang akhir-akhir ini semakin gencar mendeteksi akun bot. Saat dideteksi sebagai akun bot, engagement akun akan turun.

Konsumen beragam
Eca dan tim menyediakan beberapa model box phone farm. Rentang harganya dari Rp 11 juta hingga Rp 18 juta. Menggelar lapak sejak pertengahan tahun lalu, Victory Miner sudah meraup omzet sekitar Rp 2 miliar.

Pembelinya beragam, mulai dari perusahaan, instansi, dan penyelenggara pinjaman daring (pinjol). Lokasi pembeli juga dari beragam wilayah, termasuk Papua. Namun demi privasi, Eca menolak menyebut nama institusi yang membeli alat itu.

Eca dan tim mengakui alat itu bisa disalahgunakan, seperti buzzer yang agresif di media sosial. Namun, Eca menekankan bahwa Victory Miner hanya penyedia teknologi. Pengguna diminta bijak menggunakannya.

”Seperti menjual pisau dapur. Buat potong ayam bisa, potong sayur bisa. Tapi ternyata ada yang menggunakan pisau buat melukai orang, yang kami kurang paham,” ujar Eca.

Menurut Eca, kalaupun di Indonesia tak tersedia, alat itu bisa dibeli dengan mudah dari luar negeri. Sebelum tersedia di dalam negeri, perangkat semacam itu dipasok dari negara lain, salah satunya Vietnam. Sementara Indonesia diposisikan sebagai market saja.

Dengan visi mendukung kedaulatan teknologi dalam negeri, Victory Miner berupaya menggalang pembuatan secara lokal. Eca mengklaim salah satu box phone farm bikinan mereka yang sudah memiliki kandungan lokal 70 persen.

Mereka berkerja sama dengan tiga pengembang lokal untuk membuat software automasi yang tadinya hanya bisa dipesan di luar negeri. ”Saya ini bertumbuh dalam slogan aku cinta Indonesia,” katanya lagi.

Peneliti keamanan siber di Universitas Teknologi Nanyang (NTU) Singapura, Frederic Ezerman, mengatakan, dari segi biaya operasional, teknologi SMM Panel dan phone farming box tergolong murah, mudah direplikasi, dan tidak membutuhkan keahlian khusus untuk dioperasikan.

Tidak ada hal istimewa secara teknologi. Semua skema dan desainnya pasti sudah betebaran di mana-mana, hanya rakit saja sesuai skema.

Semakin berbahaya
Ahli media sosial dan pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan, perkembangan teknologi membuat amplifikasi buzzer terus meningkat. ”Semakin mudah memengaruhi opini publik,” ujarnya.

Menurut Ismail, ternak akun atau ternak bot sudah ada sejak belasan tahun lalu. Jejaknya terlacak di Amerika Serikat sejak 2008. Di Indonesia, penggunaannya terdeteksi sejak beberapa tahun terakhir.

Saat ini, penggunaan ternak akun bisa digabungkan dengan kecerdasan buatan (AI). Dalam konteks buzzer, AI generatif digunakan untuk membuat konten yang terlihat alami. Sementara ribuan akun buzzer berperan untuk menyebarluaskan.

Drone Emprit mendeteksi penggunaan AI generatif untuk membuat komentar pada Pemilu 2024. ”Ada satu calon yang kalau membuat unggahan, komentarnya ribuan. Padahal, unggahan itu tidak menarik,” kata Ismail.

Komentar-komentar itu terkesan alami dan tidak lagi menggunakan tagar. ”Sudah jauh lebih baik dari 2019. Tapi masih terdeteksi AI karena tema dan frasa mirip,” ujar Ismail menambahkan.

Teknologi lain yang biasa digunakan adalah rekayasa alamat IP (internet protocol) yang biasa disebut layanan proxy. Layanan ini juga tersedia bebas di internet.

Untuk operasi buzzer, fungsinya untuk merekayasa lokasi akun sehingga seolah-olah berasal dari banyak daerah berbeda. Layanan proxy biasanya digunakan untuk membuat trending topic di X yang membutuhkan cuitan dari beragam lokasi.

Menurut Ismail, ke depan, tantangan besar datang dari penggunaan agen AI untuk praktik buzzer. Agen AI adalah sistem AI yang bisa melakukan tugas secara mandiri, sesuai perintah penggunanya.

Jauh lebih unggul dari AI generatif, agen AI memiliki kemampuan mengamati lingkungan, membuat keputusan sendiri, dan bertindak berdasarkan informasi yang mereka terima. Sementara AI generatif baru pada level membuat konten.

Penggunaan agen AI untuk buzzer berarti mengubah akun menjadi AI yang punyak kemampuan layaknya akun asli. Akun buzzer agen AI ini dapat mencari target interaksinya secara mandiri, memahami target tersebut, dan memilih cara interaksi yang sesuai.

”Misalnya di kelompok ibu-ibu atau K-pop, maka dia akan bisa memilih sendiri tema yang sesuai dengan mereka. Dia juga bisa memahami kecenderungan politik targetnya dan berinteraksi sesuai itu,” ujar Ismail.

Sebagai gambaran, ribuan akun dari ternak ponsel yang digabungkan dengan teknologi agen AI dapat menghasilkan ribuan akun buzzer agen AI.

Selain agen AI, kata Ismail, tantangan terbesar lainnya datang dari penggunaan AI untuk membuat konten audio dan video. Hasil video dan audio besutan AI terbaru sudah sangat alami sehingga sangat sulit dideteksi asli atau rekayasa.

Perkembangan teknologi komunikasi telah membuka berbagai peluang baru dalam penyebaran informasi. Namun di sisi lain, teknologi yang seharusnya dimanfaatkan untuk mendorong transparansi dan demokrasi, justru kerap disalahgunakan oleh kelompok-kelompok tertentu, termasuk para buzzer. Yang mengejutkan, perangkat teknologi yang biasa digunakan oleh buzzer untuk memanipulasi opini publik ternyata dijual bebas di pasaran, baik secara online maupun offline.

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait kesehatan demokrasi, etika digital, serta keamanan ruang publik maya di Indonesia. Para ahli menilai, mudahnya akses terhadap perangkat lunak dan perangkat keras pendukung aktivitas buzzer merupakan celah besar dalam regulasi digital di Tanah Air.

Dari Sekadar Ponsel ke Infrastruktur Manipulatif
Tidak sedikit yang membayangkan bahwa aktivitas buzzer hanya memerlukan satu ponsel pintar dan akun media sosial. Kenyataannya, buzzer profesional menggunakan infrastruktur canggih yang terdiri dari phone farm (kumpulan ponsel yang dijalankan bersamaan), proxy server, perangkat pengubah identitas IP, hingga software auto-like dan auto-comment.

Menurut sumber investigasi yang dilakukan oleh beberapa jurnalis teknologi independen, perangkat seperti GSM Modem Pool, yang mampu mengendalikan hingga 64 kartu SIM sekaligus, dapat dibeli bebas melalui e-commerce dengan harga mulai dari Rp3 juta hingga Rp15 juta, tergantung spesifikasi.

“Dengan satu perangkat GSM Modem Pool dan software auto-pilot, satu orang bisa mengendalikan ratusan akun media sosial secara simultan. Ini yang banyak dipakai saat kampanye politik atau menyebarkan propaganda tertentu,” ujar Rudi, seorang mantan operator buzzer yang kini aktif sebagai whistleblower.

Dijual di Marketplace Tanpa Pengawasan
Platform jual beli daring seperti Tokopedia, Shopee, dan beberapa situs teknologi lainnya menjadi tempat utama penjualan perangkat ini. Menariknya, perangkat-perangkat tersebut dipasarkan secara terbuka dengan istilah samar seperti “alat riset digital”, “marketing automation”, atau “bulk messaging tools”.

Dalam satu penelusuran, ditemukan pula bahwa pelatihan penggunaan perangkat ini juga ditawarkan dalam bentuk paket edukasi daring. Materi pelatihan mencakup cara membuat ribuan akun palsu, teknik penghindaran deteksi platform, hingga manajemen konten untuk manipulasi trending topic.

Ironisnya, tak satu pun dari penjual maupun pembuat pelatihan tersebut yang dikenai sanksi atau ditindak secara hukum, karena tidak ada aturan spesifik yang mengkategorikan alat ini sebagai ilegal.

Regulasi yang Belum Mampu Mengimbangi
Kominfo sejatinya memiliki mandat untuk mengawasi aktivitas digital, termasuk penyebaran hoaks dan manipulasi opini di media sosial. Namun hingga kini, tidak ada regulasi tegas yang mengatur kepemilikan atau distribusi perangkat manipulatif digital seperti GSM Modem Pool atau software auto-clicker.

“Secara teknis, alat-alat itu tidak melanggar hukum jika digunakan untuk tujuan bisnis legal, seperti pengiriman SMS massal. Namun penyalahgunaannya tidak bisa diabaikan,” ungkap Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet.

Menurut Damar, Indonesia memerlukan regulasi digital yang lebih tajam dan adaptif terhadap teknologi baru. “Kalau dibiarkan, ruang publik kita akan terus diracuni oleh manipulasi digital yang bersumber dari perangkat-perangkat ini,” tambahnya.

Ancaman Nyata bagi Demokrasi
Kegiatan buzzer yang didukung oleh teknologi manipulatif bukan sekadar gangguan komunikasi, tapi sudah menjadi ancaman langsung terhadap sistem demokrasi. Dalam berbagai pemilu, baik nasional maupun daerah, aktivitas buzzer terbukti berperan besar dalam pembentukan opini, serangan terhadap lawan politik, bahkan penyebaran hoaks berbahaya.

“Kalau dulu opini publik dibentuk melalui debat dan diskusi, sekarang cukup dengan ribuan akun palsu yang membanjiri linimasa dengan narasi tertentu. Ini sangat berbahaya,” kata Irmawati, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia.

Selain politik, aktivitas buzzer juga telah merambah ke sektor lain seperti bisnis, hiburan, hingga konflik sosial. Mereka bisa digunakan untuk menyerang merek tertentu, menjatuhkan reputasi artis, atau bahkan memicu konflik antar komunitas.

Perlu Kesadaran Kolektif dan Tindakan Tegas
Pengawasan terhadap perangkat teknologi manipulatif ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada pemerintah. Perlu ada kesadaran kolektif dari masyarakat, dunia pendidikan, media, dan pelaku industri teknologi.

Edukasi digital menjadi langkah awal yang sangat penting. Masyarakat perlu diajarkan untuk lebih kritis terhadap konten digital, mengenali aktivitas buzzer, dan melaporkan penyalahgunaan teknologi. Selain itu, kolaborasi antara platform digital dengan pemerintah harus diperkuat, terutama dalam hal deteksi akun palsu dan aktivitas bot.

Beberapa negara seperti Jerman dan Kanada telah lebih dulu membuat regulasi ketat terhadap penggunaan bot di media sosial. Mereka juga mewajibkan transparansi iklan politik serta mewajibkan perusahaan platform digital untuk mengambil tanggung jawab lebih besar.

Penutup: Jangan Biarkan Teknologi Menghancurkan Nalar
Kemajuan teknologi seharusnya menjadi alat pemberdayaan masyarakat, bukan alat manipulasi. Ketika perangkat yang biasa digunakan buzzer dijual bebas tanpa pengawasan, maka ruang digital kita bukan lagi arena diskusi, melainkan medan propaganda.

Masyarakat, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan harus segera bertindak. Jika tidak, kebenaran akan semakin tenggelam di balik lautan akun palsu dan mesin manipulasi yang bekerja tanpa henti.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *